REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pihak terkait untuk menghentikan penyedotan pasir hitam di perairan Gunung Anak Krakatau (GAK) yang terjadi baru-baru ini. Kapal Mehad I milik PT Lautan Indah Persada (LIP) datang lagi menyedot pasir hitam pada Sabtu (23/11).
“Kami sudah meminta Ditjen KKP (Direktorat Jenderal Kementrian Kelauatan dan Perikanan) menghentikan aktivitas (penyedotan pasir) tersebut,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani seusai bertemu Gubernur Lampung Arinal Djunaidi di Ruang Rapat Utama Pemprov Lampung, Selasa (26/11).
Menurut Puan, DPR melalui Komisi IV yang membidangi sekotr KKP telah meminta agar aktivitas penyedotan pasir di perairan GAK dihentikan. Hal tersebut dilakukan, untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi secara sosial dan dampak lingkungan.
Ia mengatakan, penghentian penyedotan pasir hitam di perairan GAK tersebut, juga untuk meredam gejolak yang terjadi di masyarakat. Kegiatan kapal tersebut, ujar dia, jelas berdampak secara lingkungan dan dampak sosial lainnya. ”Jangan sampai ada kerusuhan,” katanya.
Kapal tug boat dan tongkang yang bersandar di tengah laut perairan Pulau Sebesi, Kabupaten Lampung Selatan, sejak Sabtu (23/11), pada Senin (25/11) petang telah meninggal tempat sandarnya. Aktivitas penyedotan pasir hitam yang dilakukan pada Sabtu malam, mendapat penolakan dari warga Kecamatan Rajabasa dan Pulau Sebesi.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Yusroni Arlan mengatakan, warga Kecamatan Rajabasa dan Pulau Sebesi tetap menolak kehadiran kapal penyedot pasir di perairan Sebesi dan GAK dengan alasan apapun.
Menurut dia, setelah warga bersama-sama mendatangi kapal Mehad I dan mempertanyakan kehadiran yang mengulang kembali menyedot pasir. Padahal, sebelumnya kapal milik PT LIP pernah ditolak dan diusir warga karena menyedot pasir di perairan GAK pada awal September 2019 lalu.
“Kapal sedot pasir itu sudah kabur sekitar pukul lima sore tadi. Sudah tidak ada lagi. Kalau masih menyedot pasir, kami akan aksi besar-besaran,” kata Yusroni Arlan kepada Republika, Selasa (26/11).
Menurut Arlan, panggilan Yusroni, warga Kecamatan Rajabasa dan Pulau Sebesi bersama Walhi Lampung telah mendatangi kapal Mehad I PT LIP tersebut sejak Sabtu hingga Ahad (23-24/11). Warga menemukan aktivitas penambangan pasir hitam di tengah laut. Warga telah melakukan pertemuan dengan Direktur PT LIP Stephen.
Menurut dia, PT LIP beralasan telah memiliki izin tambang pasir di perairan tersebut. Namun, ketika warga dan Walhi mendesak soal Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pihak perusahaan tidak dapat menjelaskan detil.
“Itu artinya, izin itu cacat hukum dan cacat administrasi, karena tidak ada penjelasan mengenai Amdalnya,” ujar Arlan, yang juga tokoh masyarakat Desa Kunjir, Rajabasa.