Selasa 26 Nov 2019 14:01 WIB

Gawai Jadi Pemicu Kekerasan Terhadap Anak di Bandung

Kasus kekerasan anak di Bandung terus meningkat angkanya.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah anak dari Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) Kota Solo mengusung poster anti kekerasan terhadap anak.
Foto: Antara/Maulana Surya
Sejumlah anak dari Pusat Layanan Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PLKSAI) Kota Solo mengusung poster anti kekerasan terhadap anak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung menyebutkan kekerasan (fisik, nonfisik dan seksual) terhadap anak di Bandung salah satunya dipicu dari gawai. Oleh karena itu, upaya meminimalisasi penggunaan gawai dilakukan melalui program sekolah tanpa gawai yang diinisiasi Provinsi Jawa Barat (Jabar).

"Salah satu dampak (kekerasan terhadap anak) yang terasa dari penggunaan gawai. Ini kejadian beberapa tahun ke belakang, ada seorang yang dipercaya sebagai guru les mengumpulkan anak-anak dan diajak menonton film dewasa," ujar Kepala Bidang (Kabid) P2HA DP3APM, Aniek Febriani di acara Bandung Menjawab, Selasa (26/11).

Baca Juga

Dengan adanya gawai khususnya aplikasi permainan, menurutnya, masyarakat lebih banyak menyerap informasi dari perangkat tersebut. Kemudian mereka banyak menirukan perkataan-perkataan yang kurang pantas dengan kecenderungan yang meningkat dan  melakukan tindak kekerasan terhadap anak.

Saat ini, menurutnya jumlah kekerasan terhadap anak di Kota Bandung mencapai 204 kasus meningkat dibandingkan tahun 2018 yang hanya setengahnya dari jumlah saat ini. Ia mengatakan, peningkatan terjadi karena kesadaran masyarakat untuk melapor mulai baik karena pemahaman masyarakat terhadap bentuk-bentuk kekerasan anak membuat banyak yang melapor.

"Jumlah kasus kekerasan terhadap anak terjadi bukan tahun ini saja tapi terjadi tahun-tahun sebelumnya yang melaporkannya sekarang," ungkapnya.

Aniek mengatakan bentuk kekerasan yang dialami anak bervariasi dari kekerasan fisik, nonfisik seperti bullying dan kekerasan seksual. Para pelaku katanya banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat dan dipercayai oleh orang tua anak.

Usai melaporkan kasus kekerasan, menurutnya pihaknya akan menindaklanjuti dengan penanganan dan pendampingan. Selain itu, pihaknya melakukan pencegahan agar kasus-kasus kekerasan tidak terjadi.

"Kasus kekerasan terhadap anak meningkat tidak hanya terjadi saat ini. Karena fenomena kekerasan pada anak seperti fenomena gunung es. Kelihatannya puncaknya, dasarnya banyak," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement