REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyindir Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terkait tata kota Ibu Kota. Tito menyebut Jakarta seperti kampung bila dibandingkan dengan kota-kota yang ada di China.
Tito menuturkan kondisi Shanghai maupun Beijing dan Jakarta saat ini berbanding terbalik dengan 1998. Ketika itu, lanjut dia, Jakarta jauh lebih modern dibandingkan dengan Beijing dan Shanghai.
"Kita '98 mungkin, 'Ah ini negara (Cina) dengan Jakarta saja Beijing-nya kita lihat sudah seperti kampung.' Sekarang kebalik-kebalik. Pak Anies, saya yakin Pak Anies sering ke China, ke balik Beijing-Shanghai. Kalau kita lihat, Jakarta kayak kampung dibanding dengan Shanghai," ujar Tito dalam sambutannya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (26/11).
Ia memberikan sambutan sekaligus materi dalam Musyawarah Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2019. Tito mengaku pernah berkunjung ke Beijing pada 1998 dalam sebuah studi banding.
Saat itu, kata dia, penduduk China masih menggunakan sepeda sebagai transportasi utama dan belum ada motor maupun mobil. Selain itu, terdapat kampung kumuh dan sungai kotor yang terlihat dari hotel tempatnya menginap.
Namun saat ia kembali ke China pada 2018, transportasi publik modern dan mobil terbaru sudah mengaspal di jalan. Sungai yang dulunya ia lihat kotor pun telah bersih bahkan menjadi tempat berenang orang-orang.
Selain itu, Tito juga sempat menyinggung stabilitas politik dan keamanan di DKI Jakarta. Ia mengingat demo berhari-hari di Ibu Kota setelah pemilihan umum (pemilu 2019 lalu dan terkait unjuk rasa terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial. Namun Tito memuji kepolisian dan pemerintah provinsi DKI Jakarta.
"Kita lihat Hongkong, keamanan terganggu. Ekonomi luar biasa mereka, pusat ekonomi. Tapi demo enggak habis-habis dua bulan. Polisinya kenal sama saya. Saya harus menyampaikan kedukaan karena tugas berat Anda atau saya harus sampaikan congratulate hormat karena anda memiliki tantangan. Enam bulan saya kira jadi polisi di sana setengah mati," kata dia.
Namun, tutur Tito, Anies bisa menyelesaikan dengan sigap usai demo berlangsung di depan kantor Bawaslu RI dan unjuk rasa di depan gedung DPR RI. Menurutnya, pemerintah provinsi DKI Jakarta dan Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang membersihkan lokasi pascademo.
"Mas Anies diminta untuk bagaimana demo di Bawaslu, demo di DPR tiga hari, itu saja sudah setengah mati kita. Sudah kita (polisi) selesai. Mas Anies bersih-bersihin itu, pagi-pagi sudah clear. Terima kasih Mas Anies dan Pasukan Oranye-nya (PPSU)," ungkap dia.
Tito mengatakan, banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Sebab mulai ada keraguan terhadap sistem di negara-negara demokrasi.
Paradoks demokrasi, kata Tito, muncul karena negara demokrasi mengalami stagnansi. Sementara negara non-demokrasi seperti China melakukan lompatan-lompatan dalam urusan ekonomi dan militer untuk menjadi negara yang dominan di dunia.
"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan, maka masyarakat akan melihat demokrasi jadi baik. Tapi kalau kesejahteraan tidak bisa dibangun di atas sistem demokrasi, maka masyarakat akan mencari alternatif yang lain. Makanya muncul tawaran khilafah, tawaran kembali ke sistem semi-otoriter, itu muncul," jelas Tito.