Ahad 24 Nov 2019 15:18 WIB

Pengamat: Amandemen Masa Jabatan Presiden tak Mudah

Amandemen masa jabatan presiden harus didasari oleh naskah akademik.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ratna Puspita
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Ia mengingatkan amandemen masa jabatan presiden tak mudah dilakukan.
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro. Ia mengingatkan amandemen masa jabatan presiden tak mudah dilakukan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Pengamat politik Siti Zuhro Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan amandemen masa jabatan presiden dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tak mudah dilakukan. Sebab, menurutnya, perlu melalui sejumlah tahapan dan juga kajian akademi.

"Kalau misalnya ada rencana amandemen konstitusi di MPR dan opsi rentang waktu jabatan dibahas, usulan ini harus didasari naskah akademik yang memuat alasan filosofi, teks dan konteks serta pengalaman empirik selama ini," kata dia melalui pesan singkat kepada Republika.co.id pada Ahad (24/11). 

Baca Juga

Ia menilai hasil naskah akademik dikonsultasikan ke publik untuk mendapatkan feed back. "Artinya, usulan perubahan tidak mudah harus melalui tahapan-tahapan yang jelas agar menghasilkan opsi perubahan yang lebih baik," katanya.

Namun, ia menyatakan, usulan amandemen masa jabatan presiden, khususnya jika diperpanjang, hanya akan menuai polemik dan perdebatan. Apalagi, ia mengingatkan, Pemilu 2019 penuh konflik dan kondisi setelahnya belum pulih sehingga perlu mendapat perhatian khusus. 

"Merebaknya isu jabatan presiden 3 periode tak hanya akan menimbulkan polemik dan resistensi publik tapi juga akan membuat gaduh masyarakat dan mengurangi impresi positif publik pada pemerintah," katanya.

Menurut Siti Zuhro, konstitusi sudah secara jelas menuliskan bahwa jabatan Presiden paling lama dua periode dengan setiap masa jabatan selama lima tahun. Menurutnya, bunyi konstitusi tentang masa jabatan Presiden semestinya menjadi pegangan dan rujukan.

"Usulan jabatan presiden tiga periode akan menuai polemik dan silang pendapat di publik," kata dia.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memandang perlu melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam membahas amendemen UUD NRI Tahun 1945 terkait dengan masa jabatan presiden tiga periode. "Kalau memang ada perubahan, jangan kita terkejut-kejut. Wajar-wajar aja. Tapi syaratnya seperti yang saya katakan, libatkan seluruh elemen publik," kata Surya di sela-sela perayaan HUT Ke-8 NasDem dan peluncuran mobil siaga Partai Nasdem Provinsi Jawa Timur di JI Internasional Jatim, Surabaya, Sabtu (23/11).

Selain Nasdem yang mengusulkan masa jabatan presiden diperpanjang, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan  agar masa jabatan presiden yang tadinya lima tahun dan dua periode menjadi tujuh tahun dan hanya satu periode. "Jika hanya satu periode, setiap presiden akan bekerja semaksimal mungkin, fokus bekerja buat rakyat dan tak memikirkan pemilu berikutnya," kata Ketua DPP PSI Tsamara Amany dalam keterangan tertulisnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement