REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, kembali memimpin pertemuan Komite Pembangunan dan Kekayaan Intelektual (Committee on Development and Intellectual Property/CDIP).
Pertemuan Sesi ke-24 CDIP berlangsung di Markas Besar Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization/WIPO), Jenewa, Swiss, 18-22 November 2019, dan dihadiri oleh delegasi dari 192 negara anggota WIPO dan Dirjen WIPO.
“Kekayaan intelektual merupakan salah satu kunci utama keberhasilan pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam hal ini, melalui CDIP, seluruh negara anggota WIPO dan para pemangku kepentingan diharapkan dapat terus memberikan masukan dan mencari solusi terhadap berbagai tantangan terkait kekayaan intelektual dan pembangunan,” ujar Dubes Kleib dalam sambutannya sebagai ketua sidang, seperti disampaikan dalam rilis PTRI Jenewa, Sabtu (23/11).
Di bawah kepemimpinan Indonesia kali ini, CDIP berhasil memutuskan berbagai agenda yang sempat lama terhambat, termasuk menyepakati penyelenggaraan Konferensi Internasional terkait Kekayaan Intelektual (KI) dan Pembangunan pada 2021 dengan tema "Inovasi dalam Teknologi Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan" (Innovation in Green Technologies for Sustainable Development).
Lebih lanjut, Indonesia juga berhasil menggalang dukungan seluruh negara anggota CDIP untuk menyepakati tiga topik agenda bagi pembahasan IP and Development pada 2020-2021 terkait IP and Technology Support Centers, IP and Innovation for Entrepreneurs, dan IP Commercialization and Technology Transfer.
Dalam sesi ini, CDIP secara aklamasi juga menerima proposal bersama Indonesia, Brazil, Inggris, Kanada, dan Polandia untuk menyusun buku panduan penyusunan proposal program di WIPO. Buku panduan tersebut ditujukan untuk memudahkan para anggota, khususnya negara berkembang, menyusun proposal proyek baru hingga tahap implementasinya.
Buku panduan ini akan melengkapi bantuan teknis yang diberikan oleh WIPO kepada negara berkembang untuk mengambil manfaat dari rezim kekayaan intelektual internasional.