REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (KAI) masih mengkaji rencana menerapkan sistem tiket yang disebut pentarifan dinamis atau dynamic pricing. Pentarifan ini seperti yang berlaku untuk tiket pesawat terbang.
"Sedang kita pikirkan apakah itu suitable (cocok) atau memang pantas untuk kereta api," kata Direktur Utama KAI Edi Sukmoro usai konferensi pers Rencana Operasi Natal dan Tahun Baru 2020 di Jakarta, Senin (18/11).
Sistem pentarifan dinamis atau dynamic pricing adalah penetapan harga yang didasarkan pada waktu. Semakin dekat antara waktu pembelian dengan waktu keberangkatan, maka harga tiket itu semakin mahal.
Edi menjelaskan, pihaknya harus mempelajari apakah sistem tiket tersebut sesuai dengan daya beli (willingness to pay) masyarakat pengguna kereta api secara umum. Menutunya, KAI adalah public service atau pelayanan publik sedapat mungkin, aman, nyaman, dan juga terjangkau.
"Itu artinya tiket harus dipikirkan masyarakat bisa membeli," katanya.
Dia mengatakan, untuk Natal dan Tahun Baru 2020 ini masih menggunakan sistem tiket yang lama. Artinya, waktu pembelian tidak berpengaruh kepada harga tiket.
Dalam kesempatan sama, Direktur Niaga KAI Dody Budiawan mengatakan, pihaknya akan mempelajari dulu terkait sistem pentarifan dinamis untuk tiket non-PSO. Masih dilakukan studi terkaiy dynamic pricing dengan melihat kebutuhan masyarakat.
Dengan sistem pentarifan dinamis, lanjut Dody, pihaknya bisa mengoptimalkan penjualan tiket sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dody mengaku bahwa masyarakat saat ini juga sudah banyak yang meminta kereta eksekutif, contohnya di Bojonegoro dan Ciamis.
"Lebih optimum karena melihat kebutuhan dengan keinginan yang ada, bukan progresif ya, itu double double. Ini mencari yang optimum sesuai dengan biaya operasi juga, kalau di bawah biaya operasi susah juga, lihat kebutuhan masyarat apa, beberapa masyarakat minta kereta api eksekutif berhenti (di stasiun), artinya minat maasyarakat naik eksekutif itu tinggi," katanya.