Senin 18 Nov 2019 18:16 WIB

Dewan Minta DKI Antisipasi Jika Anggaran Defisit

Dana bagi hasil sebesar Rp 6,3 triliun dari pemerintah pusat belum cair.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melambaikan tangan saat meninjau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad (3/11/2019).
Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melambaikan tangan saat meninjau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad (3/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta mengingatkan perlunya Pemprov DKI mengantisipasi defisit anggaran 2019. Hal ini disampaikan usai menuntaskan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun anggaran 2020 bersama SKPD dan BUMD mitra.

Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Rasyidi HY mengatakan ada sejumlah catatan penting yang menjadi evaluasi bagi rancangan KUA-PPAS tersebut. Catatan itu antara lain perlunya keseriusan seluruh pihak dalam menghadapi defisit anggaran karena belum terealisasinya dana bagi hasil sebesar Rp6,3 triliun untuk DKI Jakarta dari pemerintah pusat.

Baca Juga

Hingga akhirnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengurangi proyeksi APBD tahun anggaran 2020 dari Rp95,99 triliun menjadi Rp89,44 triliun.

“Ketua TAPD bilang kalau dana bagi hasil (Rp6,3 triliun) itu akan masuk di kuartal kedua atau ketiga tahun depan, makanya saya pikir ini sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya defisit,” ujar Rasyidi Senin (18/11).

Karena itu, ia mendorong seluruh BUMD mampu mengoptimalkan kinerja untuk mendapat keuntungan positif dari penyertaan modal daerah (PMD) yang telah diberikan pemerintah. Dengan begitu pembagian laba dalam bentuk dividen yang diberikan BUMD kepada pemerintah diharapkan terus meningkat.

“Saya kira Penyertaan Modal Daerah itu perlu untuk mengembangkan usaha BUMD. Rasio kecukupan modal itu penting agar BUMD kita punya daya saing tinggi. Kalau sudah dapat tambahan modal menurut hemat saya ya dividen yang diberikan harus bisa ditingkatkan,” terang Rasyidi.

Komisi C, lanjutnya, akan terus mengkoreksi seluruh rancangan satuan tiga mata anggaran hingga alokasi postur Belanja Langsung (BL) dan Belanja Tidak Langsung (BTL) yang diusulkan seluruh SKPD maupun Penyertaan Modal Daerah (PMD) yang diusulkan sejumlah BUMD melalui APBD 2020.

Koreksi tersebut akan berlanjut hingga tingkat Badan Anggaran (Banggar) yang rencananya akan dimulai pekan ini. “Kalau kami menemukan kegiatan atau anggaran yang dianggap tidak rasional ya tentu akan kita coret. Kalau kegiatan itu memang prioritas tentu kita dukung, tapi kalau tidak akan dikoreksi. Ini juga bagian dari efisiensi,” terang Rasyidi.

Sebelumnya Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah menilai ada atau tidak defisit anggaran masih belum bisa dilihat, karena APBD Perubahan 2019 kemarin sudah diputuskan turun Rp 2 triliun lebih dari Rp 89 triliun menjadi Rp 86,8 triliun.

"Belum putus. 2019 kan perubahan kemarin 86 triliun. defisit itu kan diketahui kalau sudah berakhir, ini belum berakhir kita masih berjuang," kata Sekda Saefullah kepada wartawan.

Ia menambahkan kondisi sekarang yang paling menonjol seperti yang sudah disampaikan itu dana bagi hasil yang kurangnya sangat jauh. Triwulan keempat tidak dibayarkan, mungkin dipending untuk nanti oada 2020. Dan 10 persen di triwulan ketiga juga belum disampaikan.

Menurutnya pendapatan pajak DKI trennya lagi naik. Namun kalau mau total dibanding tahun lalu pada hari yang sama, jam sama, saat ini kondisinya masih lebih baik dibanding tahun lalu. Leadingnya itu, kata dia, antara Rp 1,5 - 2 triliun. Tapi, ia menilai ini masih ada waktu 1,5 bulan lagi.

"Bulan desember historical-nya itu dibanding beberapa waktu lalu Desember itu selalu bagus pendapatannya, kita berdoa semoga masyarakatnya ekonominya juga bagus bisa membayar kewajibanya ini pada negara," terangnya.

Pemprov DKI Jakarta juga telah merevisi Rancangan APBD DKI 2020. Saefullah menyebut nilainya menurun Rp 6,55 triliun dari Rp 95,99 triliun menjadi Rp 89,44 triliun. Penurunan ini merupakan hasil diskusi dan mencermati dana bagi hasil yang tidak masuk dan ada penurunan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (SiLPA). "Maka perhitungan kami dari eksekutif, kami rencanakan sebesar Rp 89,4 triliun," kata Saefullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement