Senin 18 Nov 2019 14:53 WIB

Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati

Anggaran kesehatan lebih banyak digunakan untuk mengobati daripada pencegahan.

Kesehatan dan Dokter (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto

Malfungsi Puskesmas

Belakangan muncul wacana dari pemerintah untuk memperkuat kembali fungsi Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas harus diposisikan menjadi playmaker dalam pembangunan kesehatan Indonesia. Dikatakan secara tegas oleh Menteri Kesehatan, Dokter Terawan, bahwa Puskesmas harus segera kembali ke fitrahnya sebagai pelayan prefentif dan promotif bagi masyarakat.

Terlepas apakah sekedar bagian dari politik jargon ataukah semacam sindrom pejabat baru. Harus diakui selama ini Puskesmas cenderung lebih difungsikan sebagai klinik pengobatan alih-alih menjadi pusat dari pembinaan kesehatan di dalam masyarakat dengan melakukan kegiatan preventif dan promotif. Yang dominan dari wajah puskesmas adalah justru menjadi rumah berobat bagi warga.

Kunjungan masyarakat ke Puskesmas didominasi oleh pengunjung yang sakit bukan dalam rangka mencari pelayanan prefentif dan promotif. Antrean panjang di Puskesmas adalah antrian orang sakit yang ingin sembuh. Padahal dengan jumlah yang sangat banyak, ini akan memberikan beban yang sangat besar terhadap daerah. Daerah menjadi tulang punggung dalam pengelolaan sistem kesehatan.

Seperti diketahui, sejak tahun 2000 pelaksanaan desentralisasi pembangunan, pengelolaan Puskesmas yang dulunya berada di bawah Departemen Kesehatan (sekarang: Kementerian Kesehatan) kini telah dilimpahkan kepada daerah, termasuk dalam hal pembiayaan kesehatannya. Sejak itu pula pengembangan Puskesmas terus bergantung pada kemampuan fiskal belanja yang ada di pemerintah daerah.

Sayangnya, tidak semua pemerintah daerah yang punya daya mampu untuk melakukan itu. Tidak semua daerah berkomitmen untuk melaksanakan isi dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014.

Bahwasanya tujuan inti dari fasilitas kesehatan Puskesmas adalah berfokus untuk menjadikan Puskesmas sebagai pelayan prefentif dan promotif dalam masyarakat. Puskesmas bertugas untuk melakukan intevensi hulu dalam proses pencegahan penyakit dalam masyarakat.

Pelayanan kuratif dan rehabilitatif penyakit bukanlah fokus utama dari puskesmas.  Sehingga tujuan agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (goodness of health) dapat terwujud.

Upaya pelayanan prefentif dan promotif ini bisa diantaranya adalah upaya kesehatan ibu dan anak, upaya kesehatan lingkungan, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya kesehatan sekolah, upaya penyuluhan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan jiwa, upaya pembinaan pengobatan tradisional dan seterusnya. Semua kegiatan yang basisnya adalah pemberian pelayanan dasar (health primer care) kepada masyarakat sebelum jatuh sakit.

Pertanyaan lain yang kemudian muncul, mengapa hingga sampai saat ini Puskesmas begitu sering dalam mengurusi kegiatan pengobatan? Kenyataan ini barangkali tidak bisa kita lepaskan dari adanya peraturan BPJS kesehatan no 2 tahun 2015 yang mengatur tentang posisi Puskesmas sebagai provider Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Penting untuk diketahui, kapasitas sebagai FKTP secara otomatis melekatkan tugas dan tanggung jawab kepada Puskesmas untuk melakukan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) kepada peserta BPJS dan juga sebagai fasilitas kesehatan jenjang rujukan pertama sebelum ke rumah sakit. Kebijkan dari BPJS kesehatan ini sebetulnya berimplikasi pada terabaikannya program Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) pada Puskesma. Posisi puskesmas terkonsentrasi pada pelayanan klinis kepada peserta BPJS.

Posisi ini yang pada akhirnya menciptakan ambiguitas tersendiri bagi Puskesmas; disatu sisi menjadi lembaga kesehatan prefentif dan promotif namun disisi yang lain tak ubahnya sebuah rumah sakit. Berangkat dari keadaan ini, maka agenda untuk mempertegas kembali indentitas puskesmas sebagai lembaga prefentif promotif adalah sesuatu yang urgen untuk saat ini.

Menegasikan kembali bahwa pelayanan perseorangan seperti melakukan pemeriksaan fisik, mengadakan pemeriksaan laboratorium, membuat diagnosa, hingga membuat rujukan diagnostik ke rumah sakit, bukanlah rutinitas yang mesti dilakukan oleh Puskesmas. Semua menyangkut hal ini sudah mesti dikembalikan lagi kepada asalnya yaitu rumah sakit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement