Kamis 14 Nov 2019 10:08 WIB

Jika Jadi Pimpinan BUMN, Ahok Harus Mundur dari PDIP

Ahok disarankan ubah pola komunikasi bila menjabat pimpinan BUMN.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Teguh Firmansyah
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok (kanan).
Foto: Republika/Mimi Kartika
Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dikabarkan bakal ditarik untuk menjadi salah satu pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bila benar demikian, maka Mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus keluar dari partai politik, yakni PDI Perjuangan.

"Karena BUMN harus steril dari parpol, maka ahok harus mundur dari parpol," kata Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi, Kamis (14/11).

Baca Juga

Pria yang kerap disapa Awiek itu menilai, penunjukan Ahok sebagai salah satu pimpinan BUMN merupakan  kewenangan dari Menteri BUMN Erick Thohir. Kendati demikian, Awiek memberikan sejumlah masukan pada Ahok bila resmi dipilih sebagai salah satu pimpinan BUMN.

Wakil Sekretaris Jenderal PPP itu mengatakan, Ahok harus mengubah pola komunikasi dengan lebih mengedepankan empati bukan emosi dalam memimpin lembaga. "Setiap persoalan bisa diselesaikan dengan baik-baik saja tanpa harus dengan emosi;" ujarnya

Di samping itu, untuk menjawab keraguan publik, Ahok juga diminta membuat target waktu dan target pencapaian kinerja. Apalagi jika penempatannya nanti di BUMN yang perlu penanganan serius

Awiek menambahkan, terkait berbagai persoalan di DKI Jakarta yang melibatkan Ahok seharusnya sudah selesai dan dijelaskan kepada punlik. Sehingga tidak memunculkan kecurigaan bagi publik.

Istana Kepresidenan tak mempermasalahkan status Ahok, sebagai mantan narapidana yang digadang-gadang bakal memimpin salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman menjelaskan, dalam pengangkatan direksi dan dewan komisaris perusahaan tidak ada persyaratan khusus mengenai status hukum seseorang yang pernah terjerat pidana.

"Tidak ada persyaratan itu secara langsung di dalam ketika kita dipanggil untuk masuk sebagai dekom (dewan komisaris) atau direksi," kata Fadjroel di Istana Negara, Rabu (13/11).

Fadjroel sendiri berkaca pada posisinya saat ini yang juga duduk sebagai Komisaris Utama PT Adhi Karya. Menurut dia, kasus hukum yang akan jadi bahan pertimbangan pemilihan direksi atau dewan komisaris adalah kasus-kasus korupsi atau gratifikasi. Alasannya, catatan korupsi dikhawatirkan akan mengganggu kinerja perusahaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement