Selasa 12 Nov 2019 22:45 WIB

KPK Pilih Aksi Pencegahan Korupsi Dana Desa

KPK menemukan 34 desa bermasalah penerima dana desa di Sulawesi Tenggara

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andi Nur Aminah
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers mengenai penetapan tersangka baru pada kasus suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat, di gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Juru bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers mengenai penetapan tersangka baru pada kasus suap proyek Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat, di gedung KPK, Jakarta, Senin (23/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam transfer dana desa. Peringatan tersebut menyusul ditemukannya puluhan desa bermasalah, bahkan fiktif penerima dana desa.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, badan pencegahan dan penindakan korupsi akan terus melakukan pemantauan, dan penyisiran terkait apapun penyimpangan dalam transfer dana desa. “Kami (KPK) anggap ini perlu menjadi warning (bagi pemerintah) dan bisa menjadi refleksi untuk melihat praktik-praktik seperti ini dapat terjadi,” kata Febri di Gedung KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Selasa (12/11).

Baca Juga

KPK menemukan 34 desa bermasalah penerima dana desa di Sulawesi Tenggara (Sultra). Tiga desa di antaranya bahkan fiktif. KPK menduga, terjadi praktik manipulasi dan korupsi dalam penerimaan dana desa di 34 wilayah administrasi terkecil tersebut.

Namun begitu, KPK, kata Febri belum melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dugaan manipulasi dan korupsi tersebut. Meskipun KPK melihat peluang yang sama terjadi di provinsi-provinsi lain. Namun Febri mengatakan, KPK saat ini lebih menyarankan kepada pemerintah agar lebih berhati-hati dan cermat dalam menentukan dan transfer dana desa. “Pendekatannya, tidak melulu harus dengan penyidikan tindak pidana korupsi. Tetapi agar lebih kepada pendekatan pencegahan, atau audit investigasi,” kata dia.

Pun saat ini, terkait desa bermasalah yang KPK temukan di Sultra tersebut, saat ini penanganannya ada di kepolisian. Polda Sultra, dalam penanganan kasus tersebut dengan mentersangkakan sekitar 57 orang. Menurut Febri, penanganan di kepolisian dalam kasus desa bermasalah dan fiktif tersebut, memberikan peran kepada KPK sebagai pihak kordinatif dan supervisi. KPK, kata Febri, belum ingin masuk pada proses penindakan.

“Posisi KPK di sini untuk kasus yang sudah berjalan di kepolisian, adalah untuk memberikan dukungan dengan fungsi koordinasi dan supervisi,” ujar Febri. Jika dalam penyidikan berlanjut menghendaki KPK terlibat dalam penanganan praktik korupsi, kata Febri, KPK masih menunggu. Akan tetapi, kata dia, terkait ditemukannya desa bermasalah dan fiktif tersebut, seharusnya menjadi pemicu bagi pemerintah untuk menjadikan dana desa bukan sebagai ajang transfer besar untuk penyimpangan dana negara demi kepentingan pribadi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement