Senin 11 Nov 2019 15:33 WIB

Ironi SD Ambruk dan Anggaran Pendidikan

Sebuah sekolah di Pasuruan roboh di tengah besarnya anggaran pendidikan.

Sebagian bangunan dan atap ruang kelas 5 di SDN 3 Gudang Kahuripan, Lembang, Kabupaten Bandung Barat ambruk akibat kondisi bangunan yang sudah rusak, Kamis (3/10).
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Sebagian bangunan dan atap ruang kelas 5 di SDN 3 Gudang Kahuripan, Lembang, Kabupaten Bandung Barat ambruk akibat kondisi bangunan yang sudah rusak, Kamis (3/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapat alokasi anggaran APBN cukup besar. Sebagai gambaran, dalam APBN 2020 saja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemerintah telah menganggarkan Rp 508 triliun untuk sektor pendidikan.

Karena itu, melihat jumlah uang yang dialokasikan itu, tak heran jika banyak yang berharap kepada sektor pendidikan. Harapan itu setidaknya anak-anak Indonesia dapat bersaing di dunia internasional, khususnya pada era tanpa batas yang kita hadapi saat ini.

Namun, kejadian pada Selasa 5 November 2019 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentong I, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, mengejutkan semua pihak. Tanpa diduga, sekitar pukul 08.30 WIB atap bangunan yang menaungi ruangan kelas tempat proses belajar-mengajar berjalan ambruk. Atap jenis galvalum berupa material pelat logam lembaran itu berjatuhan menimpa murid dan guru yang berada di bawahnya.

Ada empat kelas dari SDN Gentong I yang ambruk, yaitu kelas 2A, 2B, 5A, dan 5B. Yang mengherankan, ketika itu cuaca dalam kondisi tenang tanpa ada hujan atau angin.

Hal lain yang mengejutkan adalah bangunan sekolah itu belum lama direnovasi. Informasi awal mengatakan renovasi dilakukan pada 2017. Kepolisian kemudian melakukan ralat dan mengatakan bahwa renovasi terakhir dilakukan pada 2012.

Akibat ambruknya atap itu, satu orang guru pengganti bernama Selvina Arsy Putri Wijaya (19 tahun) dan seorang murid bernama Irza Amaria Ramadani Almira (8) tewas seketika. Tak hanya itu, ada 11 korban luka lain yang berusia sekitar 8-11 tahun.

Melihat kejadian ini, tak heran jika kemudian ambruknya sekolah itu menyisakan tanda tanya. Bagaimana sesungguhnya dana pendidikan itu digunakan? Apalagi jika mendengar paparan Komisi X DPR yang mengatakan alokasi anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas pada 2018 mencapai Rp 1,7 triliun dan Rp 765 miliar untuk renovasi sekolah. Anggaran itu diperkirakan setidaknya dapat menjangkau 22.446 ruang kelas dan 1.179 sekolah.

Presiden Jokowi saja mengaku heran dengan kejadian ini karena besarnya anggaran. Dengan tegas dia mengatakan sekolah ambruk itu karena kualitas bangunan yang jelek.

Memang, kerja kepolisian yang cepat menetapkan dua kontraktor sebagai tersangka dan melakukan penahanan patut diapresiasi. Namun, kita tentu tidak ingin kejadian yang menghilangkan dua nyawa tersebut berhenti hanya sampai sini.

Pihak-pihak lain yang bertanggung jawab juga harus diseret ke meja hijau. Selain itu, harus dipastikan memang tidak ada indikasi korupsi yang berujung pada buruknya kualitas bangunan sekolah.

Pasalnya, robohnya sekolah di Pasuruan ini bisa jadi hanya gambaran kecil untuk melihat fenomena lebih besar yang terjadi di dunia pendidikan kita. Bisa jadi siswa-siswa di Indonesia selama ini hanya menikmati sedikit dari manisnya anggaran pendidikan yang dialokasikan pemerintah. Bisa jadi anggaran itu hanya besar di atas kertas, tetapi tidak benar-benar sampai ke yang semestinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement