REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prof Ety Riani mengatakan, pencemaran sungai di DKI Jakarta sangat tinggi. Sumber pencemaran terutama berasal dari limbah rumah tangga, salah satunya detergen.
"Saya kira hampir semua sungai di Jabodetabek kandungan limbah detergennya sangat tinggi," kata Prof Ety saat dikonfirmasi Antara, pekan lalu.
Temuan gumpalan busa menyerupai 'salju' di Kanal Banjir Timur di Ujung Menteng, Jakarta Timur, menurutnya, akibat detergen yang sudah lama mengendap di dasar sungai. "Bisa, tapi karena sungai biasanya langsung terbawa ke laut," katanya.
Prof Ety mengatakan ada 13 sungai di DKI Jakarta yang bermuara ke Teluk Jakarta. Setiap sungai membawa bahan pencemar dari hulu sampai hilir.
Salah satu sungai yang ditelitinya cukup lama adalah Sungai Ciliwung dengan mengukur kandungan limbah nitrat dan nitrit amonia, kemudian fenol dan detergen. "Detergen itu sampai 900 kilogram per hari beban pencemarannya, berasal dari limbah domestik. Begitu sampai di Jakarta beban pencemarannya sudah jadi ton," katanya.
Busa limbah mencemari Sungai Anak Cikapundung di Batununggal, Bandung Jawa Barat, Rabu (25/9/2019).
Ia mengatakan, hasil penelitiannya mengungkapkan tingkat pencemaran di wilayah hulu Sungai Ciliwung, seperti Puncak masih rendah. Pencemaran makin tinggi setelah sampai di hilir.
"Di Kota Bogor pencemaran Sungai Ciliwung sudah tinggi. Begitu sampai arah Jakarta makin tinggi," katanya.
Selain detergen, pencemaran nitrat dan nitrit juga banyak ditemukan di sungai-sungai wilayah Jabodatebek. Salah satunya sungai di Bekasi yang merupakan aliran dari Sungai Citarum.
"Pencemaran logam berat tidak hanya berasal dari pabrik, juga dari domestik dan macam-macam," katanya.
Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur mengatakan gumpalan busa yang mengambang di permukaan sungai di Ujung Menteng berjenis limbah detergen. "Jenisnya detergen. Kita sudah cek ke laboratorium untuk memastikannya dan tidak berbahaya," kata Kepala Satuan Pelaksana UPK Badan Air Dinas LH Jakarta Timur Leo Tandino.
Detergen itu diduga berasal dari endapan di dasar sungai dalam waktu yang lama, kemudian terangkat saat terjadi turbulensi di bawah pintu air. Busa tersebut muncul setelah sebelumnya petugas melakukan pembukaan pintu air untuk kegiatan pembersihan.