Sabtu 09 Nov 2019 04:29 WIB

Pengamat Imbau Para Menteri tak Gaduh di Ruang Publik

Pandangan yang berseberangan sejatinya diungkapkan dan dibahas di rapat internal

Ilustrasi Dana Desa
Ilustrasi Dana Desa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, mengimbau menteri-menteri kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak saling gaduh di ruang publik. Hal itu diungkapkan menyusul beda pandangan terkait 'desa fiktif' antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar.

"Dua pandangan yang sangat berseberangan ini sejatinya diungkapkan dan dibahas tuntas dalam rapat internal kabinet," ujar Sihombing, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (8/11).

Baca Juga

Menurut dia, bila terdapat perbedaan pandangan di antara menteri-menteri Jokowi, hal itu sebaiknya dibicarakan dalam forum internal. Di antaranya pada rapat kabinet paripurna yang dipimpin presiden, rapat kabinet terbatas yang dipimpin wakil presiden, ataupun rapat kabinet khusus yang dipimpin menteri koordinator terkait.

"Di dalam rapat kabinet inilah mereka berdua adu fakta, data, bukti, landasan hukum yang terkait, argumentasi dan bila diperlukan saling mengemukakan dalil untuk membuat kesepakatan dan atau keputusan sebagai landasan kedua menteri tersebut dalam berwacana di ruang publik," kata dia.

Sihombing mengatakan tidak sepatutnya dua menteri beradu argumen di ruang publik. Mengingat keduanya berada dalam satu 'perahu' yang sama, yakni Kabinet Indonesia Maju.

Lebih lanjut dia mengatakan persoalan antara Sri Mulyani dan Iskandar sudah terlanjur mengemuka. Sehingga keduanya harus dapat mempertanggungjawabkan hal tersebut ke publik.

"Jika dua pandangan yang berbeda tersebut ada kecocokan fakta, data dan bukti, hanya yang berbeda dari sudut pandang saja, ini lebih mudah melakukan klarifikasi di ruang publik," kata dia.

Namun lain halnya bila ditemukan ada perbedaan data, fakta, dan bukti yang sangat signifikan. Maka perlu dilakukan uji validitas secara menyeluruh terhadap sajian lontaran pernyataan dari dua menteri tersebut. Bila hasilnya ditemukan bahwa fakta, data, dan bukti yang bersumber dari dua menteri itu tidak valid, Sihombing menyarankan agar kedua menteri itu harus meminta maaf kepada publik.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan ada laporan banyak desa baru yang tidak berpenduduk yang dibentuk agar bisa mendapatkan kucuran dana desa setiap tahun. Desa tersebut kemudian disebutnya sebagai 'desa fiktif'.

Namun Iskandar mengatakan tidak ada desa fiktif seperti yang disebutkan Mulyani. "Sejauh ini belum ada desa fiktif," kata Iskandar, di Kantor Kepresidenan, Jumat (8/11).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement