REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Negara Jimly Asshiddiqie menjelaskan alasan Presiden Soeharto dan juga Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur belum mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional. Menurutnya, keduanya terhitung masih belum lama wafat.
"Pertama tahun ini tidak diajukan lagi. Karena sudah berkali-kali diajukan alasannya masih sama, karena ini kuburannya masih basah belum kering... Jadi Pak Harto, Gus Dur apalagi itukan masih baru," jelas Jimly di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (8/11).
Ia mengatakan, gelar pahlawan nasional salah satunya diberikan kepada tokoh yang paling muda yakni KH Masjkur yang wafat pada 1992 atau sudah 30 tahun lamanya. Jimly menyampaikan, baik Soeharto dan Gus Dur merupakan sosok yang high profile dan mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat.
Namun, Gus Dur sempat menimbulkan polemik di masyarakat karena turun tahta setelah diberhentikan oleh MPR. Menurutnya, sosok Gus Dur merupakan sosok yang sangat dicintai oleh masyarakat dan kalangan kyai. Ia merupakan tokoh pluralis yang melindungi kelompok minoritas.
"Jadi Gus Dur sebagai pribadi itu orang luar biasa. Cuma yang jadi masalah ia pernah jadi Presiden dan diberhentikan. Itu yang jadi soal. Itu jadi persoalan serius karena diberhentikan oleh MPR. Kedua, Pak Harto juga begitu, ada TAP MPR kan walaupun tidak menyebut seperti zamannya Bung Karno," kata dia.
Alasan-alasan tersebut menjadi ganjalan untuk menetapkan Soeharto dan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Gelar pahlawan nasional diberikan kepada enam tokoh pada tahun ini.
Mereka adalah Abdul Kahar Mudzakkir, AA Maramis, KH Masjkur, Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, dan Prof Dr M Sardjito.