Kamis 07 Nov 2019 16:08 WIB

Cangkul Impor dari Cina dan Neraca Perdagangan yang Defisit

Kebijakan impor cangkul di saat neraca perdagangan nasional defisit tidaklah tepat.

[ilustrasi] Pedagang menata sejumlah kepala cangkul impor asal Tiongkok yang dijual di salah satu toko pertanian di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (1/11).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
[ilustrasi] Pedagang menata sejumlah kepala cangkul impor asal Tiongkok yang dijual di salah satu toko pertanian di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Fauziah Mursid, Antara

Saat berpidato dalam Rakernas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) di JCC, Jakarta, Rabu (6/11), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap adanya kebijakan impor pacul (cangkul) oleh sejumlah importir dalam negeri. Menurut dia, kebijakan impor cangkul di saat neraca perdagangan nasional defisit tidaklah tepat.

Baca Juga

Jokowi pun menilai, produksi cangkul sebetulnya bisa dilakukan oleh pengusaha UMKM dalam negeri. Jokowi pun meminta untuk memfasilitasi produk-produk UMKM untuk masuk dalam e-katalog. Presiden meminta agar importasi cangkul bisa disubstitusi dengan produk lokal.

"Urusan cangkul masa masih impor? Apakah tidak bisa didesain, industri UKM kita, kamu buat cangkul, tahun depan saya beli. Apakah negara kita yang sebesar ini? Industrinya yang sudah berkembang, pacul (cangkul) itu harus impor?" ujar Jokowi.

Jokowi menyadari, impor cangkul dilakukan karena keuntungan yang didapat importir lebih besar dibandingkan menyerap produksi lokal. Namun, di sisi lain, ada peluang lapangan kerja yang lenyap akibat impor cangkul ini. Jokowi memerintahkan LKPP untuk memfasilitasi UMKM untuk menyalurkan produknya dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.

"Pengadaan barang dan jasa bisa dipakai untuk strategi membangun industri kecil yang berkaitan dengan barang. Lha gimana kita masih senang impor, padahal neraca dagang kita defisit. Kebangetan banget. Uangnya pemerintah lagi," kata Jokowi.

Pada 2016 lalu, tercatat PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan impor perdana cangkul dari Cina dan Vietnam guna diperdagangkan di Indonesia. Izin impor pun diatur oleh Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.

Tidak hanya soal cangkul, Jokowi juga meminta agar produksi dalam negeri betul-betul menjadi perhatian yang serius. Berbagai produk dalam negeri seperti kebutuhan produk baja serta berbagai kebutuhan material dan bahan baku lainnya harus disediakan sehingga sektor konstruksi bisa berkontribusi dalam menurunkan defisit neraca transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan.

Menurut Presiden, pemerintah telah mengalokasikan anggaran total pembangunan infrastruktur sekitar Rp430 triliun pada 2020 atau naik dibandingkan 2019 yang sebesar Rp420 triliun. Untuk mendukung hal tersebut diperlukan kesiapan seluruh komponen rantai pasok industri konstruksi yang terdiri dari sumber pendanaan, sumber daya manusia (SDM), peralatan dan material, serta teknologi konstruksi.

photo
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Tahun 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (6/11/2019).

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung pernyataan Presiden Jokowi yang mengkritik kebijakan impor cangkul oleh sejumlah importir dalam negeri. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani pun menilai produk dengan teknologi sederhana memang sebaiknya diproduksi di dalam negeri.

"Produk yang low technology dan bisa dibuat di Indonesia, ya memang harus seperti itu," ujar Hariyadi saat ditemui wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (6/11).

Ia beralasan, jika hanya mengandalkan produk impor, Indonesia tidak akan pernah bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Karena itu, ia pun mendorong produk-produk sederhana dapat diproduksi di dalam negeri.

"Saya pikir sudah benar langkah itu. Jadi, produk yang bisa dihasilkan sendiri, ya kita dorong dilakukan dalam negeri," kata Hariyadi.

Namun, ia menekan perlunya solusi agar produk-produk yang diproduksi dalam negeri bisa bersaing dengan produk asal luar negeri. Sebab, selama ini, beberapa produk dalam negeri kerap kurang kompetitif dengan produk luar negeri.

Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menilai, kebijakan terkait dengan sistem dan mekanisme impor di Indonesia perlu direformasi. Sehingga, benar-benar memberikan manfaat yang luas bagi seluruh rakyat di nusantara.

"Ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan dalam jangka panjang, yakni pengendalian impor yang dilakukan secara sistemik sehingga semua kebijakan yang keluar akan berpihak pada masyarakat," kata Nevi Zuairina dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Nevi, reformasi terhadap sistem impor menjadi sangat penting dilakukan dalam rangka membangun sebuah regulasi menciptakan iklim usaha yang sehat sampai pada tingkat paling kecil. Yakni, usaha mikro yang beraset di bawah Rp 50 juta dengan omset di bawah Rp 300 juta per tahun.

Ia berpendapat, pemerintah belum memberikan solusi yang memadai sehingga menjadikan produk dalam negeri tidak berkembang dan produk dari luar negeri membanjir, serta menghambat kreativitas dan inovasi anak bangsa. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan persoalan besar bagi negara untuk membangun ekosistem usaha yang perlu diselesaikan dengan campur tangan negara.

"Kita ini sudah merdeka lebih dari 74 tahun ya. Pemerintahan sudah beberapa kali ganti. Namun produk unggulan kita yang muncul dari bawah, dari skala yang paling rendah, mikro, kecil atau menengah masih minim," katanya.

Padahal, lanjutnya, potensi keragaman usaha dan produk yang mampu dihasilkan oleh produsen nasional. Apabalia digarap serius akan mampu bersaing dengan produk luar negeri dengan kualitas premium.

"Saya berharap, pemerintah mampu membuat formulasi untuk mereformasi kebijakan impor. Kebijakan impor atas dasar kuota selama ini sudah terbukti gagal karena menyebabkan disparitas yang sangat besar antara komoditas impor dengan produsen lokal," katanya.

photo
Indonesia Surga Barang Impor Ilegal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement