Kamis 07 Nov 2019 04:50 WIB

Petambak Udang Lampung-Bengkulu Minta Investasi Dipermudah

Usaha tambak udang banyak mengalami kendala.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Muhammad Hafil
Pertambakan Udang / ilustrasi
Foto: ist
Pertambakan Udang / ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Petambak udang yang tersebar di pesisir Provinsi Lampung dan Bengkulu meminta pemerintah pusat dan daerah mempermudah izin investasi tambak. Kemudahan investasi tersebut untuk mendukung peningkatan ekspor komoditas udang segar selama lima tahun ke depan.

“Investor tambak udang mendukung penuh program pemerintah pusat yang menargetkan kenaikan ekspor udang hingga lima kali lipat dari sekarang,” ujar Ketua Shrimp Club Lampung (SCL) Ali Kukuh di sela-sela pengukuhan Pengurus Forum Komunikasi Praktisi Aquakultur (FKPA) masa bakti 2019-2024 di Bandar Lampung, Kamis (6/11).

Pengurus FKPA dilantik Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Lampung Rusnanto terdiri dari Ketua Hanung Hernadi, Sekretaris Bambang Nuryanto, Bendahara Wahyudi Joko dan dilengkapi dengan ketua-ketua bidang dan kordinator wilayah, mulai dari Bengkulu hingga Nusa Tenggara Timur.

Menurut Ali Kukuh, petambak senior tersebut, target ekspor lima kali lipat tersebut bisa tercapai jika pemerintah mempermudah investasi tambak udang. Investor tidak minta keringanan atau pun pembebasan pajak seperti pada investasi sektor lainnya. Yang diharapkan petambak hanya penyederhanaan perizinan dari pusat ke daerah.

Sebab selama ini, Ali Kukuh melihat dan merasakan, banyak pemerintah daerah yang mempersulit perizinan dan menerbitkan berbagai peraturan yang memberatkan investor. Padahal, petambak mendukung program pemerintah pusat memprioritaskan ekspor udang segar lima tahun ke depan, terutama negara tujuan ekspor Amerika Serikat, Eropa, dan India dengan target volume ekspor sampai 250 persen.

Ali Kukuh mencontohkan, adanya peraturan bupati Lampung Selatan soal kewajiban mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tambak. Tidak saja bagi tambak yang akan dibangun, tetapi juga tambak yang sudah beroperasi sejak tahun 1990-an pun harus mengurus dan membayar biaya IMB-nya.

Ali menegaskan, proses perizinan yang begitu rumit dan berbelit-belit menjadi kendala utama dalam pengembangan tambak baru. “Jadi program KKP tersebut akan terealisasi jika ada harmonisasi dan penyederhanaan peraturan dari pusat hingga ke daerah. Jangan sebaliknya, pemerintah pusat mempermudah perizinan, di daerah malah mempersulit,” katanya.

Ketua Ikatan Petambak Pantai Barat Sumatera (IPPBS) Agusri Syarief menyatakan, sebagai pelaku usaha udang pihaknya mendukung sepenuhnya program KKP yang disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto pada Seminar Udang di IPB Bogor, baru-baru ini.

Menurut Agusri, untuk mencapai target tersebut terdapat empat komponen yang harus tersedia, yakni modal, SDM, teknologi dan lahan. Untuk modal, teknologi dan SDM, petambak mampu menyediakannya. Namun untuk lahan, ia berharap pemerintah memfasilitasi melalui penyederhanaan peraturan dan perizinan sehingga investor tidak mengalami kesulitan untuk membuka tambak baru.

Ia mengakui, belakangan ini usaha tambak udang banyak menghadapi kendala, dengan banyaknya serangan penyakit dan jatuhnya harga jual. Ia berharap, dengan sinergi antara pelaku usaha, praktisi yang menjadi anggota FKPA dan pemerintah ke depan penyakit bisa dikendalikan.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement