REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan revisi undang-undang Pilkada masih dalam pembicaraan. Tito memiliki pandangan sendiri terkait pilkada langsung, yakni lebih banyak mudharat ketimbang hal positif.
"Pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipasi demokrasi, tetapi kita lihat mudharatnya juga ada, politik biaya tinggi," kata dia, Rabu (6/11).
Ia mengungkapkan seorang calon kepala daerah setidaknya harus memiliki uang sekitar Rp 30 Miliar. Ia juga mengaku tidak heran ketika ada kepala daerah yang tertangkap karena terbukti korupsi.
"Bayangin dia mau jadi kepala daerah mau jadi bupati itu Rp 30 M, Rp 50 M, gaji Rp 100 juta, taruhlah Rp 200 juta kali 12 (bulan) itu 2,4 (miliar) kali lima tahun itu 12 M, yang keluar Rp 30 M, mau rugi nggak? Apa bener saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa terus rugi? Bullshit, saya nggak percaya," kata Tito.
Ia dan jajaran di Kemendagri akan melakukan riset akademik terkait dampak negatif dan positif pilkada langsung. "Kalau dianggap positif, fine. Tapi bagaimana mengurangi dampak negatifnya?" ucapnya.
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat (rdp) dengan Mendagri hari ini. Selain perkenalan, Komisi II DPR juga mendengarkan rencana strategis yang akan dikerjakan Mendagri.