Rabu 06 Nov 2019 00:01 WIB

KPK akan Kasasi Putusan Bebas Sofyan Basir

Mantan dirut PLN, Sofyan Basir divonis bebas Pengadilan Tipikor Jakarta.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memeluk kerabatnya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/11).
Foto: PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO
Mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memeluk kerabatnya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan melawan putusan Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta, yang memutuskan bebas murni terhadap mantan direktur utama Perusahaan Listrik Negara (Dirut PLN) Sofyan Basir dalam dugaan suap proyek Independen Power Prodocer (IPP) PLTU Riau-1 2015. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tim penuntut internal sudah memulai menginventarisir sejumlah catatan untuk dijadikan ‘amunisi’ dalam memori kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan tersebut.

“KPK akan melakukan kasasi,” ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/11).

Baca Juga

Febri menerangkan, meski KPK belum menerima salinan putusan lengkap dari PN Tipikor terkait pembebasan Sofyan Basir, badan antiriswah tersebut kata dia, sementara ini, melihat adanya sejumlah pengabain sejumlah fakta dan bukti menyangkut Sofyan Basir dalam persidangan terdakwa lain yang terlibat, namun tak dipertimbangkan oleh lima anggota Majelis Hakim. Pengabaian tersebut, yang menurut Febri akan menjadi sejumlah catatan dalam memori kasasi.

Febri menerangkan dua contoh pengabaian soal peran Sofyan Basir yang mengetahui adanya praktik korupsi suap dalam proyek 900 juta dolar AS tersebut. Sofyan Basir, kata Febri, dalam kesaksiannya terkait penerimaan suap dalam persidangan terhadap Eni Muliani Saragih, pernah menyatakan mengetahui adanya indikasi suap yang dilakukan oleh Johanes Budisutrisno Kotjo.

Pengakuan tersebut, kata Febri, pun tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) KPK. Namun, Febri menyatakan, pengakuan Sofyan Basir yang mengakui mengetahui terjadinya suap, pernah dicabut olehnya sendiri dalam persidangan untuknya.

Namun kata Febri, pencabutan pengakuan tersebut, pernah mendapatkan konfrontasi dari Jaksa Penunut Umum (JPU) KPK.

Karena pencabutan BAP, menurut Febri memang dapat dilakukan jika saat pemeriksaan terjadi intimidasi dari penyidik terhadap terperiksa. Namun kata Febri, dalam pengakuan Sofyan Basir saat persidangan untuknya, mengakui tak ada ataupun tak terjadi praktik  intimidasi dari penyidik saat pemeriksaan. Selain itu, kata Febri, KPK juga melihat pengabaian fakta oleh Majelis Hakim tentang Sofyan Basir yang mengetahui uang suap tersebut, terkait dengan kegiatan Golkar, yang menjadi partai politik Eni Muliani Saragih.

“Terdakwa (Sofyan Basir) mengetahui hal tersebut,” kata Febri.

Pengetahuan Sofyan Basir tersebut, yang dianggap KPK tak menjadi pertimbangan Majelis Hakim dalam pengambil keputusan. Padahal menurut KPK, kata Febri pengetahuan Sofyan Basir tersebut sebagai salah satu indikasi pidana seperti dalam dakwaan. Selain itu, kata Febri, KPK juga akan menebalkan sejumlah fakta dalam memori kasasi menyangkut tentang terjadinya proses percepatan persetujuan proyek IPP PLTU Riau-1 yang dilakukan oleh Sofyan Basir.

Pada Senin (4/11), Majelis Hakim PN Tipikor memutuskan Sofyan Basir tak bersalah dan harus dibebaskan dari dakwaan karena tak terbukti menjadi fasilitator atau perbantuan praktik suap yang terjadi dalam proyek IPP PLTU Riau-1 2015. KPK semula mendakwa Sofyan Basir dengan Pasal 12 huruf a juncto (jo) Pasal 15, dan kedua, Pasal 11 Undang-Undang 31/1999 perubahan UU 20/2001, jo Pasal 56 ke-2 KUH Pidana. Tuduhan tersebut membuat KPK meminta Majelis Hakim menghukum Sofyan Basir dengan penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta. Akan tetapi, saat putusan, Majelis Hakim membebaskan Sofyan Basir dari semua dakwaan dan tuntutan karena perbantuan suap tersebut, dianggap tak terbukti.

“Menyatakan terdakwa Sofyan Basyir tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan pertama dan dakwaan kedua,” kata Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Jakarta, Hariono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement