REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melaporkan perkembangan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) untuk anggaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Dari 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada, masih ada lima daerah yang belum menyepakati besaran dana antara pemerintah daerah (pemda) dan KPU setempat.
"Ini ada di tiga kabupaten/kota di Sumatra Barat ini masalahnya mirip itu antara usulan yang diajukan KPU dan anggaran yang dipatok pemda masing-masing angkanya masih terlalu jauh," ujar Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi saat konferensi pers di gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (5/11).
Pramono memerinci tiga daerah itu antara lain Solok, Solok Selatan, dan Tanah Datar. KPU di Solok mengajukan anggaran sekitar Rp 31,9 miliar tetapi pemda mematok angka Rp 17 miliar. Kemudian, KPU Solok Selatan mengusulkan anggaran Rp 27,3 miliar tetapi pemda mematok Rp 14 miliar.
Lalu, KPU Tanah Datar mengajukan anggaran pilkada sebesar Rp 33,5 miliar tetapi pemda mematok anggaran Rp 26 miliar. Menurut Pramono, pihaknya menilai pemda kurang responsif untuk membahas persoalan anggaran secara terbuka bersama KPU daerah.
Selain itu, dua daerah lain yang belum menyelesaikan NPHD adalah Simalungun, Sumatera Utara dan Pangkajene, Sulawesi Selatan. Masing-masing KPU mengajukan anggaran pilkada sebesar Rp 68 miliar lebih dan Rp 37 miliar.
Namun, Pramono mengungkap, permasalahan di kedua daerah itu bukan terkait besaran anggaran, melainkan relasi antara masing-masing kepala daerah dan KPU setempat. Hal itu terkait dengan imbas KPU yang tak meloloskan pencalonan kepala daerah tersebut saat pemilihan gubernur di kedua daerah karena dianggap tidak memenuhi persyaratan.
Di sisi lain, Pramono juga menyayangkan komentar KPU daerah setempat di media yang dianggap terlalu berani. Padahal, kata dia, seharusnya KPU juga berkomunikasi dengan pemda secara baik-baik untuk mencapai kesepakatan anggaran pilkada.
"Kami mengkhawatirkan lima daerah ini, teman-teman kabupaten/kota akan terkendala menyelenggarakan tahapan-tahapan pemilihan yang harus segera dicalonkan perseorangan," kata Pramono.
Ketua KPU RI Arief Budiman berharap KPU daerah dan pemda segera melakukan pembahasan secara intensif agar anggaran pilkada segera diselesaikan. Sementara untuk 265 daerah yang sudah menandatangani NPHD agar segera melakukan pencairan secara tepat waktu.
"Saya berharap pencairan secara cukup sesuai yang ada dalam nota kesepahaman itu dan dilakukan tepat waktu," kata dia.
Total anggaran Pilkada 2020
KPU melaporkan, total anggaran Pilkada 2020 yang disetujui dalam penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) mencapai Rp 9,8 triliun. Jumlah anggaran itu berasal dari 265 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020.
Sementara, lima daerah lain yang juga akan melaksanakan Pilkada 2020 belum menandatangani NPHD. Akan tetapi, total anggaran yang disetujui itu tak sesuai usulan KPU masing-masing daerah yang mencapai Rp 11,7 triliun.
"Usulan yang diajukan oleh penyelenggara pemilu atau KPU sebesar Rp 11,7 triliun, yang disetujui dan sudah ditandatangani NPHD-nya itu sebanyak Rp 9,8 triliun," ujar Ketua KPU RI Arief Budiman di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (5/11).
Sementara, lima daerah yang belum menuntaskan NPHD itu antara lain Simalungun, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, dan Pangkajene Kepulauan. Arief menyebutkan, dari lima daerah itu total anggaran Pilkada yang diajukan KPU sebesar Rp 198,2 miliar.
Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, kendala belum selesainya penandatanganan NPHD itu karena jauhnya perbedaan anggaran yang diusulkan KPU daerah dan anggaran yang disediakan pemerintah daerah. Untuk itu, ia meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengintervensi pembahasan kesepakatan anggaran untuk pilkada tersebut.
"Kita betul-betul mengharapkan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan lima daerah ini melakukan pembahasan anggaran secara terbuka. Jangan mematok angka secara sepihak tanpa membuka pembicaraan dengan teman-teman penyelenggara pemilu," kata Pramono.