REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kebijakan smart city yang diiringi dengan smart mobility sangat diperlukan di Indonesia, khususnya di DIY. Rektor Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Warsiti mengatakan, smart city diperlukan sebagai solusi keberlangsungan lingkungan.
Terlebih, saat ini pertumbuhan penduduk terus meningkat. Bahkan, di DIY saja, katanya, penduduknya mencapai empat juta jiwa. "Angka tersebut belum termasuk penduduk yang tidak menetap. Di mana dari total 102 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan lima Perguruan Tinggi Negeri (PTN) (di DIY) terdapat kurang lebih 300 ribu mahasiswa," kata Warsiti, saat membuka Orasi Ilmiah Smart City, Smart Mobility yang diisi oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, di kampus Unisa.
Berdasarkan pertumbuhan penduduk tersebut, tentu membuat semakin padat. Bahkan, penggunaan transportasi pribadi juga semakin tinggi yang menyebabkan polusi dan kemacetan. Untuk itu, perlu adanya kebijakan smart city yang diterapkan di seluruh wilayah di DIY.
Termasuk penerapan smart mobility. "Sudah saatnya DIY berinovasi dan mengelola infrastruktur kota dan membuat angkutan umum yang aman dan nyaman. Diharapkan adanya kebijakan smart city sebagai solusi berkelangsungan lingkungan," ujarnya.
Warsiti pun menyebut, sumbangan polutan udara sendiri berasal dari kendaraan bermotor yakni mencapai 80 persen. Situasi tersebut tentu mengancam kesehatan lingkungan dan berdampak pada kesehatan masyarakat. Untuk itu, perlu pengelolaan infrastruktur kota yang dikembangkan secara terpadu.
Hal ini untuk menjamin keberpihakan pada kepentingan publik dalam mobilitas. "Transportasi aman, nyaman, murah, accessable memang impian masyarakat saat ini. Namun mengabaikan dampak terhadap lingkungan adalah sikap yang tidak bijak," ujarnya.
Warsiti pun menyinggung terkait pelaksanaan orasi ilmiah yang bertemakan smart city dan smart mobility ini. Yang mana, tujuannya untuk mengaktualisasikan budaya unggul Unisa. Sehingga, dapat diakselerasikan pengembangan pusat-pusat keunggulan yang relevan dengan visi Unisa.
"Dan diharapkan kami dapat memperoleh wawasan terkait kebijakan “Smart City dari dimensi Smart Mobility” yang akan dilakukan oleh bangsa ini sebagai solusi transportasi yang berwawasan lingkungan," ujarnya.
Sementara itu, Menhub Budi Karya Sumadi mengatakan, smart city sendiri merupakan wilayah yang telah terintegrasi dengan teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelolanya. Sementara, smart mobility merupakan wilayah dengan sistem pergerakan yang memungkinkan mencapai tujuan pergerakan sedikit mungkin, hambatan serendah mungkin, serta waktu tempuh yang sesingkat mungkin.
"Indikator dari smart mobility yakni mixed model access, prioritized clean and non-motorized option and integrated ICT," jelasnya.
Ia menjelaskan, saat ini banyak penduduk yang menginginkan untuk tinggal di kota. Hal tesebut tentu menjadikan kota buruk baik dari sisi kepadatan maupun terjadinya polusi udara. Bahkan kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Ibu Kota Jakarta. Namun, Yogyakarta juga mengalami hal yang sama.
Pada 2045 pun, kata Budi, diprediksi penduduk yang tinggal di kota akan mencapai 70 persen atau setara dengan 230 juta jiwa. Hal ini tentu menjadi perhatian dan harus dicarikan solusi yakni dengan smart city dan smart mobility.
Untuk mewujudkan smart city dengan smart mobility, perlu dimaksimalkannya layanan-layanan publik seperti layanan transportasi publik yang terintegrasi. Sehingga, penggunaan kendaraan pribadi dapat dikurangi dan juga mengurangi dampak lingkungan.
Budi juga menyebutkan, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dengan mengupayakan masyarakat untuk menerapkan konsep cinta lingkungan. Termasuk untuk mengajak masyarakat lebih menggunakan transportasi umum.
"Adik-adik mahasiswa juga bisa berkolaborasi untuk melakukan perubahan di Yogyakarta. Oleh karenanya kita harus bisa mengatur dengan baik, agar tidak semua orang menggunakan kendaraan pribadi,