REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Pusat tetap menolak kenaikan UMP yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Kami akan terus menuntut agar PP 78/2015 yang menjadi dasar penetapan UMP dicabut," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S Cahyono saat dihubungi, Ahad (3/11).
Kahar mengatakan Peraturan Pemerintah 78 tahun 2015 mengenai pengupahan seharusnya direvisi sesuai dengan janji Presiden Joko Widodo ketika menemui perwakilan buruh. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan untuk wilayah DKI Jakarta diketahui besaran UMP 2020 sebesar Rp 4.276.349 atau naik 8,51 persen dari UMP 2019 yaitu Rp 3.940.000.
Besaran nilai UMP tersebut tidak sesuai dengan tuntutan buruh yang menuntut kenaikan sebesar 16 persen atau setara Rp 4.600.000. Menanggapi UMP yang akhirnya ditetapkan mengikuti PP78/2015,KSPI merencanakan akan menggelar aksi untuk menuntut upah sesuai kajian mereka.
"Iya akan ada aksi tapitanggalnya belum ditentukan, aksi juga digelar di 100 kabupaten dan kota menunggu upah minimum kabupaten," kata Kahar.
Sebelumnya, KSPI Jakarta menggelar aksi pada Rabu (30/10) menuntut agar Pemprov DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan tidak menyetujui aturan PP 78/2015 dan mengikuti kajian Dewan Pengupahan Buruh untuk menaikan UMP menjadi 16 persen atau setara Rp 4.600.000.
Akhir dari aksi tersebut, KSPI Jakarta bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk tim 7 sebagai alternatif penghasilan tambahan bagi para buruh agar tidak mengandalkan gaji mereka.
Kendati demikian, Ketua KSPI Jakarta Winarso mengatakan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi aksi buruh jika UMP yang disarankan oleh buruh tidak dipenuhi. "Kalau tetap gunakan PP 78/2015 artinya tetap Rp 4,2 juta dan aspirasi kita tidak ditampung, kita tunggu instruksi dari (KSPI) pusat gimana," kata Winarso.