REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sekretaris Negara Pratikno menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo masih menunggu proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait desakan sejumlah pihak untuk diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK.
"Pak Presiden tadi mengatakan loh kok pemberitaan tentang Perppu seperti itu? Jadi kemarin kemarin kan saya juga ada di situ, maksud Pak Presiden itu intinya terkait dengan Perppu KPK itu adalah menghargai proses hukum yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi," kata Pratikno di pangkalan udara TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusumah Jakarta, Sabtu (2/11).
Pratikno menyampaikan hal tersebut terkait pernyataan Presiden Jokowi pada Jumat (2/11) mengenai kemungkinan diterbitkannya Perppu atas UU No 19 tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK. Presiden Jokowi menyampaikan ia tidak mau membuat keputusan hukum ketika masih ada uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Jadi isunya bukan tentang Perppu akan diterbitkan atau tidak, tapi beliau menghargai proses hukum yang sedang berlangsung di MK. Biarkan proses hukum itu berlangsung, berjalan, nanti masalah perppu KPK itu urusan lain, tapi yang jelas beliau menghargai proses hukum yang berlangsung di MK, itu saja," kata Pratikno.
Pratikno pun menegaskan bahwa saat ini belum ada pembicaraan mengenai penerbitan perppu. "Ya, ya tunggu itu (uji materi di MK) dulu lah," ungkap Pratikno.
Pada 26 September 2019 lalu, Presiden Jokowi mengaku mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu terkait revisi UU KPK setelah bertemu dengan sejumlah tokoh nasional. Tokoh itu termasuk mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).
Namun, pada 2 Oktober 2019, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang masuk dalam koalisi pemerintah mengatakan bahwa Presiden Jokowi bersama seluruh partai pengusungnya tidak akan mengeluarkan Perppu UU KPK. Keputusan itu menurut Surya Paloh disepakati ketika Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung saat bertemu di Istana Kepresidenan Bogor pada 30 September 2019.
Saat ini setidaknya sudah ada tiga pihak yang mengajukan uji materi ke MK terkait UU No 19 tahun 2019 yang telah menjalani sidang di MK. Para penggugat UU No 19 tahun 2019 adalah 25 advokat yang juga berstatus sebagai mahasiswa pasca-sarjana Universitas Islam As Syafi'iyah dan 18 mahasiswa gabungan sejumlah universitas di Indonesia, serta seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra.
Dalam permohonannya, pemohon tidak hanya mengajukan uji formil atas UU KPK hasil revisi, tetapi juga uji materil.
Menurut penggugat, ada kerugian konstitusional yang dialami oleh pihaknya atas UU KPK hasil revisi. Pasalnya, dari sisi formil, penerbitan Undang-undang ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahkan cenderung melanggar prosedur.
Penggugat menilai UU tersebut disahkan tidak melalui rapat paripurna yang kuorum oleh DPR sedangkan menurut peraturan, sebuah Undang-undang bisa disahkan jika anggota DPR yang hadir lebih dari separuh tapi, dalam rapat paripurna 17 September 2019, anggota DPR yang hadir hanya 102 dari 560 orang. Oleh karenanya, UU ini dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Namun Majelishakim konstitusi mempertanyakan keseriusan pemohon dalam mengajukan uji materil dan formil UU KPK hasil revisi karena dari 25 pemohon yang namanya tercantum dalam berkas permohonan, hanya 8 orang yang hadir dalam sidang perdana.
Menurut Majelis Hakim, jika dalam sidang perdana perdana saja pemohon tak seluruhnya hadir, bisa dinilai pemohon tak serius mengajukan permohonannya.