Jumat 01 Nov 2019 22:10 WIB

Perppu KPK tak Terbit, Pukat UGM: Sangat Mengecewakan

Presiden sejatinya tak mengulur-ngulur waktu dalam penerbitan Perppu ini.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.
Foto: Republika
Direktur Advokasi Pukat UGM, Oce Madril.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akademisi mempertanyakan konsistensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam keberpihakannya dalam pemberantasan korupsi jika tetap menolak menerbitkan Perppu KPK.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, seharusnya presiden tak mengulur-ulur waktu penerbitan beleid pengganti dari UU KPK 19/2019 tersebut.

Baca Juga

“Saya melihat sikap Presiden ini sangat mengecewakan,” kata Oce saat dihubungi Republika.co.id, dari Jakarta, Jumat (1/11).

Penilaian Oce tersebut setelah Presiden Jokowi memastikan tak akan mengundangkan Perppu KPK selama proses uji materi UU KPK 19/2019 masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden beralasan, Perppu KPK tak bisa diundangkan selama proses judical review atas UU KPK yang baru di MK masih berlangsung.

“Kita harus hargai proses itu,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11).

Presiden mengatakan, tak sopan mengundangkan beleid genting KPK, sementara proses kepastian hukum atas UU KPK yang baru, digugat ke MK. “Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain,” sambung dia.

Oce menilai, pernyataan Presiden, memang harus dilihat dari dua sisi. Perspektif umum, menurut Oce, memang seharusnya Perppu dikeluarkan setelah adanya kepastian hukum di MK.

Jika MK menolak gugatan, masih ada peluang bagi Presiden untuk membatalkan UU KPK 2019 seluruhnya dengan terbitnya Perppu KPK. “Jadi masih terbuka peluang memang untuk kita berharap presiden menerbitkan Perppu KPK,” ujar dia.

Tetapi menurut Oce, langkah menunggu penerbitan Perppu KPK, menjadi sikap presiden yang inkonsisten. Karena menurut dia, Presiden Jokowi seharusnya sejak awal, memegang komitmen untuk memperkuat peran dan fungsi KPK dalam revisi UU KPK.

Sementara produk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tentang UU KPK yang baru, mengandung pasal-pasal yang melemahkan fungsi dan tugas KPK selama ini. “Jadi ini (menunggu proses di MK), tidak jelas keberpihakan presiden. Kenapa jadimya harus diulur-ulur,” kata Oce.

Perspektif kedua, kata Oce soal pembentukan Dewas oleh presiden. Menurut dia, memang tampaknya bakal rancu. Karena pembentukan Dewas tersebut, pun ketika uji materil UU KPK 2019 masih berlangsung di MK. Menurut Oce, memang ada alasan pembenaran mengapa presiden langsung membentuk Dewas meskipun UU KPK digugat di MK.

“Karena memang itu amanah dari UU (KPK) yang baru. Dan itu dapat dibenarkan,” kata Oce. Akan tetapi, menurut Oce, bagaimana jika nantinya MK dalam putusannya, membatalkan sejumlah pasal yang menyangkut tentang Dewas dalam UU KPK 2019.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement