Jumat 01 Nov 2019 20:40 WIB

Pengamat: UMP-UMK DIY Masih Jauh dari Layak

Upah yang layak seharusnya paling rendah yakni Rp 2,5 juta.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Demonstrasi menolak upah rendah, ilustrasi
Demonstrasi menolak upah rendah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota DIY 2020 dinilai masih jauh dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Hal ini diungkapkan pengamat ekonomi dan perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna.

UMP dan UMK di DIY sendiri telah ditetapkan berdasarkan pembahasan antara Pemda DIY bersama Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab). Kenaikan UMP dan UMK ini tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang mana naik sebesar 8,51 persen.

Berdasarkan hal itu, UMP ditetapkan sebesar Rp 1.704.608,25. Sementara, untuk UMK ditetapkan lebih besar dari UMP. 

UMK Kota Yogyakarta ditetapkan sebesar Rp 2.004.000 dan disusul Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.846.000. Setelah itu Kabupaten Bantul sebesar Rp 1.790.500, Kabupaten Kulonprogo sebesar Rp 1.750.500 dan terakhir  Kabupaten Gunungkidul sebesar Rp 1.705.000. 

"Angka dua juta sekian adalah jalan kompromi, meskipun dilihat dari kebutuhan hidup layak memang agak jauh," kata Hempri saat dikonfirmasi.

Menurutnya, berdasarkan penetapan UMP dan UMK tersebut, juga masih jauh dari upah layak minimum. Upah yang layak, katanya, seharusnya paling rendah yakni 2,5 juta rupiah.

Selain itu, pekerja juga harus diberikan jaminan kerja seperti jaminan kesehatan. "Jangan sampai dengan gaji segitu, perusahaan mengabaikan berbagai bentuk jaminan sosial untuk tenaga kerja," jelasnya.

Walaupun begitu, menurutnya penetapan kenaikan upah tersebut sudah merupakan jalan tengah. Sebab, di satu sisi ulah yang ditetapkan harus memberikan kenyamanan untuk berinvestasi di DIY.

"Satu sisi, buruh tidak terlalu minim upahnya dan di satu sisi juga bisa melakukan investasi untuk menjaga kondusivitasnya," ujarnya.

Seperti diketahui, Pemda DIY dan Pemerintah Kota (Pemkot) serta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) telah menggelar rapat pleno terkait kenaikan UMP dan UMK ini. UMP ini sendiri diumumkan pada 1 November 2019.

Namun, UMK akan diumumkan pada 2 November atau sehari setelah pengumuman UMP dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur.

"Dan kalau UMK sudah ditetapkan, UMP tidak berlaku lagi. Kenaikan ini berlaku mulai 1 januari 2020," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Andung Prihadi Santoso kepada Republika, Kamis (31/10). 

Terkait UMK yang lebih besar, Andung menjelaskan, UMK memang harus lebih besar dari UMP. Yang mana, UMK Kota Yogyakarta lebih tinggi dari kabupaten lainnya di DIY.

Sementara, untuk UMK yang paling rendah ditetapkan yakni Kabupaten Gunungkidul. "UMK Gunungkidul paling rendah dari kota dan kabupaten lainnya," ujarnya. 

Andung menjelaskan, kenaikan UMP ini juga mempertimbangkan angka inflasi di DIY. Selain itu, kenaikan UMP dan UMK ini dilakukan dalam upaya pengentasan kemiskinan di DIY.  "Jadi harus bisa mengurangi angka kemiskinan," ujarnya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement