Kamis 31 Oct 2019 01:42 WIB

Anies tak Ingin Wariskan Sistem Digital yang Bermasalah

Soal anggaran lem, Anies menyalahkan sistem digital warisan gubernur sebelumnya.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyalahkan sistem e-budgeting atau penganggaran elektronik warisan dari pemerintahan sebelumnya karena tidak pintar (smart) sehingga menghasilkan anggaran janggal. Ia berpendapat, smart system bisa melakukan pengecekan, verifikasi, dan bisa menguji.

"Ini sistem digital, tapi masih mengandalkan manual, sehingga kalau mau ada kegiatan-kegiatan, akhirnya jadi begini ketika menyusun RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah)," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Sistem tersebut, menurut Anies, sebetulnya telah digunakan pada era gubernur sebelumnya. Ia pun bertekad untuk tidak meninggalkan sistem yang sama untuk gubernur berikutnya.

"PR (pekerjaan rumah) ini, karena saya menerima warisan sistem," ujarnya.

Lebih lanjut, Anies mengatakan, ia telah menemukan adanya kejanggalan anggaran dalam belanja alat tulis kantor (ATK) di dinas yang mencapai Rp 1,6 triliun. Namun, Anies menyatakan anak buahnya tidak disemprot karena masuknya anggaran yang tidak wajar dalam rancangan sementara APBD 2020 DKI.

"Sebenarnya, kelihatan keren marahi anak buah, tapi bukan itu yang saya cari. Tapi ini ada masalah dan harus dikoreksi karena mengandalkan manual," ucap Anies.

Menurut Anies, jika pengecekannya adalah dengan sistem manual, pada akhirnya akan selalu berulang ditemukan masalah serupa. Ia mencermati sistemnya harus diubah.

"Supaya begitu mengisi, hasil komponennya relevan," katanya.

Beberapa anggaran yang tampak janggal dalam cikal bakal anggaran DKI Jakarta mendapat sorotan masyarakat. Di sana tertera pembelian lem aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, anggaran pengadaan pulpen sebesar Rp 124 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, 7.313 unit komputer dengan harga Rp 121 miliar di Dinas Pendidikan, serta beberapa unit peladen senilai Rp 66 miliar di Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik.

Atas temuan yang tidak wajar itu, Anies mengaku bahwa dirinya telah mengecek satu persatu anggaran bersama pegawai satuan perangkat kerja daerah (SKPD) di wilayah DKI. Ia bahkan telah menunjukkan keanehan anggaran yang diusulkan tersebut kepada para pegawai struktural.

"Saya tidak umumkan ke luar, karena saya mau koreksi dan tidak bisa seperti ini terus. Kalau diumumkan menimbulkan kehebohan dan gubernurnya kelihatan keren sih," tuturnya.

Anies mengaku dirinya berupaya untuk memperbaiki sistem tersebut agar tidak terulang kepada gubernur selanjutnya, sehingga proses penganggaran bisa berjalan dengan baik dan akuntabel tanpa menimbulkan polemik.

"Tujuannya agar gubernur berikutnya tidak menemukan masalah yang sama dengan yang saya alami," tuturnya.

Sistem e-budgeting direncanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada 2013 melalui Peraturan Gubernur Nomor 145 tahun 2013. Sistem tersebut kemudian dijalankan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat menjabat gubernur pada 2015.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement