REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya kenaikan iuran kelas III menjadi Rp 42 ribu. Sebab, KSPI memperkirakan kenaikan akan menurunkan daya beli masyarakat.
Presiden KSPI Said Iqbal menuturkan, pendapatan yang diterima masyarakat di tiap kabupaten/kota berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan daya beli terhadap kenaikan iuran tersebut juga berbeda-beda.
Seharusnya, kata Iqbal, iuran BPJS Kesehatan tidak dinaikkan. Apalagi, ia mengatakan, kaum buruk menghadapi kenaikan iuran BPJS Kesehatan setiap tahun. "Faktanya setiap tahun upah buruh naik maka otomatis iuran BPJS juga naik," kata Iqbal, Rabu (30/10).
Iqbal mengatakan, kemungkinan akan ada gelombang demonstrasi besar dari masyarakat dan buruh untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Khususnya, para peserta BPJS Kesehatan kelas III.
"Solusi defisit dana BPJS Kesehatan seharusnya bukan menaikan iuran, tetapi dengan cara menaikan jumlah peserta pekerja formal. Karena iuran mereka setiap tahun otomatis naik. Saat ini jumlah pekerja formal yang menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya 30 persen dari total pekerja formal," kata dia.
Presiden Joko Widodo resmi menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2020 bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja. Kenaikan menjadi sebesar Rp 42 ribu per bulan untuk kelas III, Rp110 ribu per bulan untuk kelas II dan Rp160 ribu per bulan untuk kelas I.