Rabu 30 Oct 2019 14:20 WIB

Mahfud: Virus Al-Baghdadi Harus Dibersihkan dari Indonesia

Mahfud menyebut virus al-Baghdadi tetap ada, meski orangnya sudah meninggal.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Teguh Firmansyah
Menkopolhukam Mahfud MD tampil pada acara Bicang Seru Mahfud, di Gedung Graha Sanusi, Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipaiukur, Kota Bandung, Rabu (30/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Menkopolhukam Mahfud MD tampil pada acara Bicang Seru Mahfud, di Gedung Graha Sanusi, Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipaiukur, Kota Bandung, Rabu (30/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, memberi komentar soal kematian pemimpin kelompok ISIS Abu Bakr al-Baghdadi.

Menurutnya, Indonesia tetap harus menjaga ketahanan sebagai bangsa dan mewaspadai virus al-Baghdadi. "Karena virus al-Baghdadi itu di Indonesia itu ada, virusnya. Sekarang orangnya sudah meninggal, virus-virus ini supaya diselesaikan dan dibersihkan," ujar Mahfud usai acara Bincang Seru Mahfud di Universitas Padjadjaran (Unpad), Rabu (30/10).

Baca Juga

Mahfud menegaskan, pengaruh kekerasan, pengaruh terorisme dan pikiran-pikiran terorisme harus ditiadakan dan dilenyapkan. Di antaranya, melalui kesigapan semua dalam menjaga keutuhan Indonesia.  "Ancaman terhadap keutuhan Indonesia itu kan ancaman terhadap teritori itu separatis, kemudian ancaman terhadap ideologi itu radikalisme di dalam pemikiran. Dua-duanya berbahaya," katanya.

Oleh karena itu, kata Mahfud, ia sengaja menggelar acara di Unpad tentang Pancasila yang dikemas bincang seru dengan tujuan untuk memupuk kesiapan generasi muda para mahasiswa dalam menjiwai nilai-nilai kebersamaan sebagai bangsa dan kekokohan bangsa berdasarkan pancasila.

"Itu satu, kita tanamkan nilai-nilainya dalam kalimat keseharian seperti yang ada sekarang bisa disampaikan dengan lawakan seperti adanya Cak Lontong dan Arie Kriting," katanya.

Namun, ia mengingatkan tantangan lain terhadap keutuhan bangsa, yakni  tergerusnya nasionalisme anak muda yang disebabkan oleh ketertarikan atau terseretnya oleh dunia digital.

"Digital dictatorship yang sekarang itu, manakala para pemimpin kita para penyelenggara negara kita tak memberi keteladanan dan tak memberi tuntutan kepada anak-anak muda. Kalau jadi pemimpin politikus korupsi, suka menipu, suka berbohong," paparnya.

Oleh karena itu, kata dia, anak muda ini punya saluran lain ke luar negara. Misalnya, ketika anak-anak muda kreatif mau mendirikan izin perusahaan, namun dipersulit lewat pungli atau pemerasan. Mereka bisa saja mendirikan perusahaan di luar negeri.

"Dia gampang aja ke Singapura sebentar, buka izin perusahaan yang berbasis digital, selesai. Gak usah susah-susah untungnya banyak," katanya.

Saat ini, kata dia, banyak di Indonesia sekarang ini bisnis yang berbasis startup itu tercatat di Singapura. Karena, mau meminta listing di Indonesia susah. "Nah pemerintah Indonesia haris memperbaiki itu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement