REPUBLIKA.CO.ID, Menjadi kepala desa di pedesaan, bukan lagi jabatan yang hanya sekadar mengabdi. Seiring dengan meningkatnya pendapatan desa baik melalui kucuran Dana Desa dari APBN, Dana Bantuan Provinsi, serta Alokasi Dana Desa dan Bantuan Keuangan Desa dari APBD Kabupaten, dana yang dikelola pemerintah desa menjadi semakin banyak.
Hal ini tidak saja membuat pembangunan di pedesaan dirasakan cukup signifikan perkembangannya, lebih dari itu penghasilan kepala desa dan perangkatnya juga menjadi jauh lebih baik dibanding sebelum program Dana Desa dikucurkan.
Seperti di Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, pendapatan dari penghasilan tetap (siltap) kepala desa sudah mencapai lebih di atas Rp 4 juta per bulan. Sedangkan siltap Sekretaris Desa mencapai di atas Rp 3 juta, dan perangkat lainnya di atas Rp 2 juta per bulan.
Pendapatan itu, belum termasuk tunjangan lain-lain, seperti tunjangan jabatan, tunjangan anak isteri, tunjangan kesehatan dan tunjangan ketenaga-kerjaan.
Bahkan untuk desa-desa yang semula memiliki tanah bengkok, baik kepala desa maupun perangkat di Banyumas, tetap memiliki hak untuk menggarap tanah bengkok yang disebut sebagai penghasilan tambahan (tamsil). Seperti di Desa Notog, pejabat kepala desa berhak menggarap sawah bengkok seluas 6 hektare, sekdes seluas lebih dari 3 hektare, dan perangkat seluas lebih dari 2 hektare.
''Saya akui, pendapatan kepala desa dan perangkat desa sekarang ini, memang jauh lebih baik dibanding sebelumnya,'' jelas Kepala Desa Notog Adis Hadi Soewignyo (65), yang baru terpilih sebagai Kades Notog periode 2018-2024 pada pilkades serentak di Kabupaten Banyumas, Juli 2019 silam.
Adis, sebelumnya pernah menjabat sebagai Kades Notog selama periode pada era tahun 1998-2008. Dia menyebutkan, pada masa itu, jabatan kades lebih bersifat jabatan pengabdian karena penghasilannya masih sangat minim.
''Saat itu, pendapatan kades hanya berasal dari tanah bengkok. Tidak ada penghasilan tetap atau tunjangan seperti saat ini,'' katanya.
Meski demikian dia mengaku, tujuannya mencalonkan diri lagi sebagai Kades Notog pada pilkades serentak Juli 2019, tetap untuk mengabdi dan memajukan desanya. ''Saat mencalonkan diri, saya tidak memiliki motif lain selain untuk membangun desa,'' katanya.
Namun dia mengaku, dengan makin banyaknya anggaran yang dikelola pemerintah desa, dia menilai sistem administrasi pemerintahan desa yang dikerjakan saat ini menjadi lebih rumit. Untuk tahun 2019 ini, APBDes Notog sudah lebih dari Rp 2 miliar.
''Jauh berbeda dibanding pada masa sebelum ada program Dana Desa. Pada masa itu, kita tidak mengenal istilah APBDes karena memang tidak ada dana yang dikelola pemerintah desa. Kalau pun ada, hanya bersumber dari pendapatan asli desa yang jumlahnya tidak seberapa,'' jelasnya.
Meski demikian, dia mengaku, kemampuan SDM perangkat desa yang membantunya saat ini juga semakin baik. ''Mudah-mudahan, segala sesuatunya bisa berjalan lancar, selamat, dan tidak ada masalah hukum yang dihadapi kami sebagai kepala desa dan juga perangkat desa,'' katanya.