Selasa 29 Oct 2019 07:42 WIB

Indonesia Memanggil: Mahasiswa Kembali Demonstrasi

Tuntutan belum selesai. Kami ajak masyarakat bersatu.

Karnaval Demokrasi. Mahasiswa dari Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi di Tugu, Yogyakarta, Senin (28/10/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Karnaval Demokrasi. Mahasiswa dari Aliansi Rakyat Bergerak menggelar aksi di Tugu, Yogyakarta, Senin (28/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Massa mahasiswa dan buruh kembali melakukan aksi turun ke jalan pada Senin (28/10) kemarin. Aksi unjuk rasa bertema "Indonesia Memanggil" itu sebagai kelanjutan dari sejumlah tuntutan yang belum direspons pemerintah sejak unjuk rasa akhir September lalu.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Manik Marganamahendra mengatakan, unjuk rasa menyasar Istana Presiden dengan long march dari Bundaran Hotel Indonesia. Salah satu tuntutannya ialah desakan penerbitan Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca Juga

"Kami tekankan tuntutannya untuk terbitkan perppu dan negara bertanggung jawab atas korban meninggal atau terluka pada kejadian (unjuk rasa) akhir September kemarin," kata Manik kepada Republika, kemarin.

Pada September lalu, massa mahasiswa dari seluruh Indonesia menuntut pemerintah dan DPR mem batalkan revisi UU KPK, RKUHP, UU Minerba, UU Pemasyarakat an, dan UU Pertanahan. Khusus UU KPK yang telah disahkan, mereka menuntut dikeluarkannya perppu yang membatalkannya.

Massa Indonesia Memanggil mulai berkumpul di Bundaran HI, Jalan MH Thamrin, pada pukul 13.00 WIB. Pada pukul 15.55 WIB, puluhan mahasiswa UI yang membawa spanduk "Indonesia Memanggil, KPK Menjawab" bergabung dengan massa lainnya. Sebelumnya sudah bergabung massa buruh, mahasiswa Bina Nusantara, UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, ATVI Jakarta, Universitas Buana Perjuangan Karawang, dan STIKES Kharisma Karawang.

Kemacetan pun terjadi di Jalan MH Thamrin akibat massa menutup akses di depan gedung Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Namun, pengendara masih bisa mengakses Jalan Wahid Hasyim, Jalan Kebon Sirih, dan Jalan Budi Kemuliaan melalui jalur Transjakarta.

Pada pukul 16.25 WIB, massa bergerak menuju Istana Merdeka dengan diiringi lagu "Pembebasan". Teriakan "revolusi" membahana ketika mereka memasuki area depan Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Di sana, mereka membacakan Sumpah Pemuda yang diperingati tepat pada 28 Oktober 2019.

Selanjutnya, mereka kembali bergerak menuju Jalan Medan Merdeka Barat yang sudah dibentengi pengamanan berlapis. Polisi telah menutup jalan tersebut sejak pukul 12.45 WIB. Kawat berduri terlihat di kanan dan kiri jalan tersebut. Di sana juga terlihat dua kendaraan taktis yang bergerak menuju Jalan Medan Merdeka Selatan.

Kasubdit Gakkum Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar mengatakan, pihaknya menerapkan rekayasa lalu lintas yang bersifat situasional. Penutupan dilakukan dari Jalan Medan Merdeka Barat hingga traffic light Harmoni.

Kemudian, dari arah Medan Merdeka Timur ke Medan Merdeka Utara diarahkan ke Jalan Perwira. Arah Hayam Wuruk ke Jalan Majapahit dibelokkan ke Juanda, dan arus dari Veteran Raya yang dibelokkan ke Jalan Majapahit diarahkan ke kanan Jalan Gajah Mada.

Manik menyatakan, aksi unjuk rasa perlu kembali digelar karena pemerintah tak menunjukkan indikasi merealisasikan tuntutan mahasiswa. "Kami sama-sama kasih tahu masyarakat bahwa pemerintah belum ada respons positif. Tuntutan belum selesai. Kami ajak masyarakat bersatu karena ini momen Sumpah Pemuda," kata dia.

photo
Para pemuda yang tergabung dalam Solidaritas Malang Bergerak melakukan aksi demonstrasi di perempatan Kayutangan, Kota Malang, Senin (28/10).

Demo juga terjadi di daerah

Unjuk rasa juga dilakukan mahasiswa dan elemen masyarakat di daerah. Puluhan massa aksi yang terdiri dari kalangan pelajar dan warga menggelar aksi di depan gedung DPRD Provinsi Jawa Barat sejak Senin siang.

Meski sempat tegang, mas sa aksi membubarkan diri pada Senin sore. Sementara di Lampung, massa gabungan organisasi kemahasiswaan sempat bentrok dengan aparat di depan kantor Gubernur Lampung.

Massa yang menamakan diri Cipa yung Bandar Lampung Aksi terdiri atas massa HMI, IMM, GMKI, KMHDI, GMNI, dan KAMMI. Mereka juga menuntut pembatalan UU KPK hasil revisi. Selain itu, menuntut pemerintah mengusut kebakaran hutan dan lahan, tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi, dan kenaikan tarif BPJS.

Massa mahasiswa dan masyarakat sipil juga beraksi di Perempatan Kayutangan, Malang. Mereka menuntut penegakan hukum terhadap aparat yang melakukan kekerasan terhadap demons tran pada September lalu.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo memandang aksi itu sebagai bentuk konsistensi gerakan mahasiswa. Hal itu juga membuktikan gerakan mereka tidak ditunggangi.

"Setoplah bilang mahasiswa ditunggangi. Mereka punya pendirian dan sikap terhadap kebijakan kontroversial yang bisa rusak tatanan demokrasi," ujar Adnan. (rizky suryarandika/flori sidebang/muhammad fauzi ridwan/mursalin yasland/antara ed:ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement