Senin 28 Oct 2019 18:52 WIB

Kemendagri Minta Gubernur Fasilitasi Pembahasan NPHD

Masih 12 daerah belum menandatangani NPHD.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
Kemendagri
Kemendagri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Syarifuddin meminta gubernur menuntaskan penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Sebab, dana pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan tanggung jawab pemerintah daerah (pemda) baik provinsi maupun kabupaten/kota karena bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"(Pemda) sudah kita panggil ke Jakarta, pertama kita dorong dulu ke gubernur, ketika gubernur tidak mampu menyelesaikan, maka Kemendagri akan turun tangan," ujar Syarifuddin saat dihubungi Republika, Senin (28/10).

Baca Juga

Ia mengatakan, berdasarkan informasi terakhir, masih tersisa 12 daerah yang belum menandatangani NPHD dari 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2020. Padahal, Kemendagri telah memberi kelonggaran waktu dari tenggat sebelumnya hingga 14 Oktober 2019 lalu.

Namun, hingga di penghujung Oktober, masih ada daerah yang belum menuntaskan NPHD tersebut. Jika pemda tak bisa menyelesaikan persoalan pendanaan pilkada ini, kata Syarifuddin, Kemendagri akan melakukan intervensi.

"Kalau terlambat ya berarti kita anggap mereka sendiri tidak mampu menyelesaikan katakanlah penguraian masalah, NPHD ini kita intervensi," kata dia.

Ia menjelaskan, jika sama sekali NPHD ini tidak tuntas hingga tahapan pilkada yang memerlukan anggaran, maka Kemendagri terlebih akan melakukan pemanggilan pemda ke Jakarta. Namun, ia memastikan setelah itu harus menghasilkan kesepakatan NPHD antara pemda dan penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu.

Syarifuddin melanjutkan, Kemendagri akan melakukan evaluasi terhadap persoalan pendanaan pilkada. Sebab, setiap pilkada akan diselenggarakan, penyediaan anggaran merupakan tahapan yang berlangsung alot.

Menurut dia, Kemendagri akan meninjau terkait regulasi yang selama ini berlaku. Kemungkinan apakah akan ada regulasi yang perlu diperbaiki sehingga permasalahan NPHD tidak terulang kembali yang bisa menghambat penyelenggaraan pilkada.

Sementara itu, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Thantowi berharap, upaya yang dilakukan Kemendagri untuk memfasilitasi pembahasan NPHD agar segera tuntas. Sebab, KPU tidak ingin ada kendala dalam melaksanakan tahapan-tahapan persiapan Pilkada 2020.

"Kami berharap dengan fasilitasi Kemendagri ini maka pembahasan besaran biaya pilkada segera mendapatkan titik temu. Sehingga KPU tidakk terkendala dalam melaksanakan tahapan-tahaoan persiapan pilkada 2020 di 12 daerah tersebut," jelas Pramono kepada Republika, Senin.

Ia mendapatkan laporan bahwa Kemendagri mulai mengundang kepala daerah beserta jajarannya yakni inspektorat, kepala bagian keuangan, dan kepala bappeda serta KPU dan Bawaslu yang belum menyelesaikan NPHD. Hal itu dilakukan untuk pembahasan anggaran pilkada secara bersama agar mencapai titik temu.

Pramono menjelaskan, tujuan pemanggilan tersebut untuk mengfasilitasi pembahasan biaya pilkada secara terbuka antara pemda dan KPU ataupun Bawaslu. Sebelumnya KPU telah menyatakan, sebagian besar pemda mematok anggaran pilkada secara sepihak tanpa pembahasan dengan KPU daerah setempat.

"Maka kemendagri memfasilitasi untik dilakukan pembahasan secara terbuka di antara dua pihak," kata dia.

Ia menyebutkan, Kemendagri pada Senin (28/10) mengundang enam daerah sekaligus dari Sumatera Utara yakni Bupati Eimalungun, Nias Selatan, Serdang Bedagai, Mandailing Natal, Toba Samosir, serta Wali Kota Pematang Siantar. Untuk KPU, ada dua daerah dari Sumut yang belum menandatangani NPHD, kemungkinan empat diantaranya melakukan pembahasan dengan Bawaslu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement