REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyatakan kebakaran hutan yang terjadi di sejumlah gunung di daerah itu secara jangka panjang akan mengganggu serapan air. Hal itu dapat berdampak buruk terhadap kehidupan manusia.
"Secara langsung (dampak kebakaran hutan kepada manusia) tidak, tapi jangka panjang iya, karena hutan merupakan serapan air, dan kalau ditinjau secara jauh bahwa hutan penghasil oksigen," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Garut, Tubagus Agus Sofyan di Garut, Ahad (27/10).
Ia menuturkan, sejak sepekan kebakaran hutan melanda sejumlah gunung di Garut dampak musim kemarau yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan kering dan mudah terbakar jika ada percikan api.
Kebakaran hutan itu, kata dia, tentunya memberikan dampak buruk terhadap lingkungan, di antaranya mengganggu serapan air termasuk kualitas udara menjadi buruk.
Menurut dia, upaya mengatasi kebakaran hutan di Garut perlu dilakukan kerja sama dengan semua instansi seperti unsur Perhutani, BKSDA termasuk masyarakat sekitar hutan. "Upaya pemangku hutan Perhutani dan BKSDA bisa mengimbau masyarakat peladang bisa ikut serta menjaga kelestarian hutan," katanya.
Ia menambahkan, kebakaran hutan yang terjadi selama ini tidak memberikan dampak buruk langsung terhadap masyarakat karena lokasinya jauh dari pemukiman rumah penduduk.
Termasuk petugas di lapangan, kata dia, dalam keadaan selamat, tidak ada yang terdampak buruk dari peristiwa kebakaran hutan itu. "Alhamdulillah selama tugas pemadaman belum ada dampak negatif atau akibat asap," katanya.
Kebakaran hutan di Garut saat ini masih melanda kawasan hutan di Desa Dano, Kecamatan Leles, sedangkan lahan hutan di daerah lain seperti Gunung Putri, Karacak, Cikuray dan Gunung Guntur sudah padam.
"Kebakaran masih di Desa Dano, Leles, kalau lokasi lain sudah baru beres barusan laporan dari lapangan," katanya.