Jumat 25 Oct 2019 03:00 WIB

Daur Ulang Plastik dan Kesejahteraan Pemulung di Bali

Provinsi Bali baru-baru ini mulai menekan penggunaan plastik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Gita Amanda
Proses pencacahan plastik di Bali PET Recycling, Denpasar, Sabtu (20/10).
Foto: Republika/Idealisa Masyrafina
Proses pencacahan plastik di Bali PET Recycling, Denpasar, Sabtu (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Provinsi Bali baru-baru ini mulai menekan penggunaan plastik, salah satunya dengan membatasi penggunaannya di toko-toko. Namun, limbah botol plastik masih termasuk banyak di Bali, dan upaya mendaur ulangnya telah terpusat di Bali PET Recycling, Denpasar.

Perusahaan daur ulang botol plastik ini melakukan kemitraan dengan Danone Indonesia dan PT Namasindo Plas untuk mengolah sampah plastik. Bali PET akan menerima botol plastik yang siap didaur dari para pengepul sampah plastik. Di pabrik Bali PET nantinya plastik akan dicacah dan akan diteruskan oleh PT Namasindo Plas menjadi berbagai produk, terutama botol plastik daur ulang.

Baca Juga

Direktur Bali PET, Wirajaya Putra menjelaskan, pihaknya menerima seluruh sampah botol plastik dari seluruh Bali dan kemudian oleh para pekerjanya dipisahkan untuk yang bisa didaur ulang.

"Setiap hari sekitar 2-3 truk cacahan plastik akan dikirim ke PT Namasindo Plas di Bandung. Satu truk berjumlah 12 ton," jelas Wirajaya Putra saat ditemui akhir pekan lalu oleh Republika.co.id.

Nantinya PT Namasindo Plas akan membuat botol plastik yang baru dari cacahan plastik tersebut. Ini merupakan upaya untuk mengurangi sampah plastik dari botol air minum dalam kemasan.

PT Danone Indonesia saat ini telah berupaya mengurangi sampah botol plastik dengan menggunakan botol plastik yang didaur ulang oleh Bali PET dan PT Namasindo Plas.

Sr. Sustainability Integration and Packaging Manager Danone, Ratih Anggraeni menjelaskan, kerjasama ini merupakan upaya Danone untuk mengurangi sampah plastik dengan kampanye #BijakBerplastik.

Gerakan ini dilakukan dari pengumpulan, edukasi mengenai penggunaan plastik serta inovasi dengan menggunakan kemasan yang 100 persen dapat didaur ulang. Danone yang berkomitmen untuk menggunakan botol daur ulang hingga 50 persen pada awal tahun ini telah meluncurkan Aqua Life, kemasan botol berbahan daur ulang. Botol tersebut tanpa label, dengan merek Aqua berbentuk timbul di badan botol, sehingga dapat dengan mudah didaur ulang tanpa harus menyortir labelnya. Aqua Life diluncurkan di Bali pada Februari 2019 ini. Sedangkan pada Agustus 2019 di Jakarta, namun baru di supermarket premium.

"Pada 2020 kami akan kerjasama dengan mitra daur ulang baru, kami akan pastikan seluruh botol sudah bisa didaur ulang, sekaligus labelnya," ujar Ratih.

Dalam memasarkan produk ramah lingkungan ini, Danone juga menyediakan dropbox yang dalam hal ini tempat sampah berbentuk botol besar yang berfungsi sebagai tempat sampah botol plastik. Dropbox baru tersedia di 11 supermarket jaringan Coco Group di Bali.

photo
Proses pencacahan plastik di Bali PET Recycling, Denpasar, Sabtu (20/10).

Kesejahteraan pemulung

Sebanyak 90 persen sampah di Indonesia dikumpulkan oleh sektor informal yakni pemulung dan pengepul. Bekerja di antara tumpukan sampah membuat mereka rentan terpapar zat asing dan penyakit yang bisa membahayakan. Sayangnya, banyak dari mereka tidak memiliki asuransi kesehatan seperti BPJS Kesehatan.

Yayasan Dompet Sosial Madani merupakan lembaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan kesehatan bagi para pemulung. Yayasan ini bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sejak 2017 lalu untuk memberikan kepesertaan mandiri namun kolektif bagi para pemulung di Bali.

"Persyaratannya kami mudahkan, cukup satu orang yang bayar bisa menjamin satu keluarga. Sekarang sudah ada 130 orang peserta program ini, nanti akan terus ditambah," kata perwakilan yayasan, Siti.

Salah satu pemulung, Ningsih (30 tahun) telah mengikuti program ini sejak awal dan telah merasakan manfaatnya. Suaminya yang setiap harinya harus berkeliling mengumpulkan sampah, mendapatkan berbagai situasi yang tak terduga yang membuat mereka membutuhkan asuransi kesehatan. Salah satunya, digigit anjing pemilik rumah saat ia sedang mengumpulkan sampah di rumah seorang warga. Dengan penghasilan hanya 50 ribu sehari, tidak mungkin Ningsih sekeluarga bisa berobat.

"Membantu banget waktu saya lahiran anak kedua dengan operasi cesar," kata Ningsih.

Selain para pemulung dan pengepul,  para pekerja di Bali PET juga rentan terkena penyakit. Apalagi banyak dari mereka masih harus memilah-milah botol-botol yang kotor serta bersentuhan dengan zat kimia di pabrik pencacahan plastik.

Terdapat sebanyak 60 orang pekerja di pabrik cacahan plastik tersebut, ada yang bertugas memilah- milah botol plastik yang bersih untuk didaur ulang, yakni pekerja perempuan. Sedangkan pekerja laki-laki bertugas mengangkat karung berisi botol plastik serta bertugas mencacah plastik dengan mesin. Pekerjaan seperti ini juga mengandung risiko kesehatan.

Namun, Wirajaya menyatakan bahwa ia sudah menyediakan fasilitas BPJS Kesehatan kepada para pekerjanya. Selain itu, lembaga swadaya masyarakat seperti juga telah memfasilitasi klinik gratis bagi para pekerjanya.

"Ada BPJS dan klinik dari CSR, jadi para pekerja terjamin kesehatannya," kata Wirajaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement