REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto meminta polemik menyangkut metode "cuci otak" yang dipraktikkannya tak lagi dibahas. Terlebih, ia merasa tidak berkonflik dalam masalah yang mengemuka pada 2018 tersebut.
"Sudahlah! Yang berkasus itu siapa? Biarkan saja. Saya kan tidak pernah tanggapi. Tidak perlu. Kan belum waktunya. Harus sesuai tata cara militer, saya waktu itu militer," ujar Terawan sebelum menghadiri syukuran di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Rabu.
Sebagai dokter spesialis radiologi, nama Terawan sempat mencuat setelah mengklaim keberhasilan inovasinya dalam bidang radiologi intervensi dengan menjalankan metode "cuci otak" alias digital substraction angiography (DSA) untuk pasien strok. Polemik muncul setelah PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempersoalkan metode itu karena belum menjalani uji klinis oleh tim Health Technology Assessment (HTA) Kementerian Kesehatan RI untuk mendapat legitimasi.
Sekitar awal April 2018, mencuat kabar Terawan diberhentikan sementara, yakni selama 12 bulan, oleh Mahkamah Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI. Dokter berpangkat mayor jenderal itu dianggap melakukan pelanggaran etik serius dengan mengiklankan metode "cuci otak" yang bisa menyembuhkan pasien strok.
Namun, IDI kemudian memutuskan untuk menunda pelaksanaan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan Terawan. IDI lalu merekomendasikan agar metode cuci otak diuji oleh tim HTA Kemenkes.
Terlepas dari polemik tersebut, Terawan merasa bersyukur telah dipilih oleh Presiden Joko Widodo sebagai menteri kesehatan. Dia akan mengadakan rapat dengan jajaran Kementerian Kesehatan untuk melihat permasalahan berikut solusinya.
"Rapat dulu untuk melihat apa permasalahannya dan apa yang bisa dicapai, apa yang harus kita lakukan. Harus rapatkan dulu," ujar Terawan.