REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rizkyan Adiyudha, Febrianto Adi Saputro, Antara
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kemungkinan besar akan mengisi salah satu pos menteri dalam kabinet Presiden Jokowi Widodo (Jokowi). Pada Senin (21/10), mengenakan kemeja putih, Prabowo memenuhi undangan Jokowi untuk datang ke Istana Kepresidenan.
"Saya, beliau izinkan untuk menyampaikan bahwa saya diminta beliau (Jokowi) di bidang pertahanan," kata Prabowo kepada wartawan.
Kehadiran Prabowo di Istana Kepresidenan kemarin bersamaan dengan beberapa calon menteri lain, terbilang mengejutkan. Meski sebelumnya telah banyak pengamat memprediksi bahwa ada kader Gerindra yang akan dipilih Jokowi menjadi menteri, tidak disangka Prabowo menjadi satu dari dua calon menteri dari Gerindra.
Prabowo notabene adalah lawan Jokowi pada dua kali pilpres. Setelah sejajar menjadi rival, Prabowo kini bisa dibilang 'turun kasta' menjadi pembantu presiden untuk lima tahun ke depan. Apa yang membuat Prabowo bersedia menerima tawaran Jokowi menjadi menteri?
Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menilai, kemungkinan bersedianya Prabowo menjadi menteri demi memperkuat dukungan politiknya pada Pemilu 2024. Karyono sendiri mengakui penasaran dengan alasan utama Prabowo bersedia menjadi menteri.
"Yang perlu dianalisis adalah jika benar Prabowo menerima jabatan menteri akan memengaruhi dan menentukan perjalanan politiknya ke depan. Inilah yang perlu dikaji lebih dalam. Kira-kira apa alasan yang melatar belakanginya," kata Karyono, di Jakarta, Senin (21/10).
Ia menjelaskan, ada dua kemungkinan kalkulasi politik jika Prabowo menjadi menteri. Pertama, mungkin Prabowo sedang membuat eksperiman politik baru dengan cara masuk di pemerintahan untuk memanfaatkan posisinya di pemerintahan untuk menambah legacy dan memerkuat dukungan politiknya di Pilpres 2024.
"Mungkin dia (Prabowo) mengubah strategi lama dari oposisi bergeser menjadi mitra koalisi pemerintah," katanya.
Prabowo, kata dia, sedang berspekulasi mengadu nasib dari posisinya menjadi menteri untuk meraih kursi presiden ke depan. "Pertanyaannya, apakah dengan cara ini akan efektif. Keberhasilan cara ini masih akan diuji. Tingkat keberhasilannya tentu tergantung dinamika politik ke depan," ujarnya.
Kemungkinan kedua, lanjut Karyono, jika benar Prabowo memilih menjadi menteri, bisa jadi ini merupakan indikator dia tidak akan maju lagi menjadi capres pada pemilu yang akan datang. "Boleh jadi, ada skenario lain, dimana Prabowo akan mendukung kandidat lain yang merupakan bagian dari deal politik saat ini," tuturnya.
Kemeja putih yang dikenakan Prabowo saat hadir di Istana kemarin juga menyiratkan 'kepastian' Prabowo akan menjadi menteri. Tidak seperti biasa, Prabowo tak mengenakan kemeja safari lengan pendek atau batik saat menghadiri acara resmi.
"Tapi kali ini, Prabowo mengenakan kemeja putih ala Jokowi sebagaimana yang dikenakan oleh sejumlah tokoh yang hadir di istana hari ini untuk memenuhi panggilan Presiden Jokowi," ujarnya.
Berbeda dengan Karyono, Direktur Fixpoll Media Polling Indonesia, Mohamad Anas RA, memprediksi Prabowo Subianto tidak akan lagi menjadi capres jika memilih mejadi menteri. Namun, Anas memberikan pengecualian.
"Bersedianya Prabowo menjadi menteri kemungkinan Pak Prabowo tak nyapres lagi pada 2024, selama menjabat hingga akhir masa jabatan presiden. Namun, beda halnya jika Prabowo d itengah jalan memilih mundur berarti beliau siap-siap nyapres lagi," katanya dalam siaran pers, Senin (21/10).
Anas memandang, Prabowo pasti menyadari posisi strategis jabatan menteri. Sebab, jabatan itu bisa sebagai panggung politik yang setiap saat berinteraksi dengan masyarakat.
"Dan, jabatan ini bisa mempengaruhi persepsi publik melalui kebijakannya," ujarnya.
Namun, menurut dia, kehadiran Gerindra di koalisi pemerintahan diterima setengah hati oleh partai pendukung Jokowi-Ma'ruf. Sebab, kondisi ini akan mempengaruhi dua hal.
"Pertama mempengaruhi jumlah jatah menteri, kedua hadir ketidaknyamanan dalam koalisi pemerintah. Meskipun Prabowo telah melakukan safari politik partai koalisi Jokowi-Ma'ruf," katanya.
Adapun, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aboebakar Alhabsyi memahami sikap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang memilih ikut mengambil bagian dari kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Ia mengetahui, bahwa sosok Prabowo adalah orang yang susah menolak jika diminta untuk membantu membangun bangsa.
"Kesiapan beliau untuk bantu kabinet adalah pilihan sikap yang kita pahami. Barangkali beliau berpikir banyak hal yang bisa dikerjakan dalam kabinet," kata Aboe dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (21/10).
Menurut dia, pilihan tersebut tentu ada risiko yang akan diterima Prabowo dan Gerindra. Ia beranggapan, para pendukung Prabowo justru lebih suka jika yang kalah memainkan peran sebagai oposisi.
"Karena hal itu dibutuhkan untuk menjaga pemerintahan, agar ada pihak yang menjalankan fungsi check and balances," ujarnya.
Bisa jadi, kata dia, Prabowo sudah menghitung risiko tersebut. Oleh karena itu, Prabowo dan Gerindra harus siap jika nanti para pendukungnya masih konsisten memilih untuk menjadi oposisi.
"Karena itu semua juga dilakukan untuk kebaikan bangsa dan negara ini," ucapnya.