REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku sempat mendapat tawaran untuk bergabung dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menceritakan, tawaran bergabung tersebut disampaikan Presiden Jokowi melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Namun, PKS menolak tawaran tersebut dan lebih memilih untuk menjadi oposisi demi menjaga muruah demokrasi di Indonesia. "Ngapain kemarin kompetisi ada dua capres kalau ujung-ujungnya hanya satu juga. Ya, berkompetisi itu ada konsekuensinya. Jadi, kami ingin menyelamatkan demokrasi," ujar Hidayat di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/10).
Hidayat menegaskan, pihaknya tetap akan menjalankan peran oposisi meskipun kolega mereka Partai Gerindra memutuskan untuk bergabung dengan koalisi pemerintah. Bergabungnya Gerindra ini terlihat dari pengakuan dan kehadiran Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ke Istana Negara pada Senin (21/10). Prabowo bahkan mengaku mendapat pengarahan langsung dari Presiden Jokowi untuk tugas Prabowo ke depan dalam bidang pertahanan.
Hidayat menegaskan, dalam sebuah pemerintahan, butuh sosok yang mengawasi dan mengkritisi kerja mereka. Agar dalam lima tahun ke depan terdapat mekanisme check and balance. "Jadi, kami ingin menyelamatkan muruah demokrasi, kami ingin menghadirkan demokrasi yang rasional, yaitu ada check and balance," ujar Wakil Ketua MPR ini.
Terkait hadirnya Prabowo dan Edhy Prabowo di Istana Negara, PKS menganggap wajar hal tersebut. Jika Partai Gerindra masuk ke dalam koalisi Jokowi, HNW menilai hal yang dilakukan mereka adalah sesuatu yang rasional dalam berpolitik.
"Masing-masing mempunyai rasionalitas dan itu monggo saja. Yang jelas semuanya akan mempertanggungjawabkan semua pilihannya. Dan, rakyat pemilik kedaulatan silakan memosisikan diri sebaik-baiknya," kata dia.
HNW juga menegaskan, PKS siap menjalankan peran oposisi sendirian. Namun, ia yakin, menjelang saat-saat terakhir akan ada pihak lain yang akan menasbihkan dirinya sebagai oposisi. "Tidak, tidak, tidak akan sendirian. Lihat saja tidak akan sendirian. Bukan hanya karena ada partai yang kemudian tidak diundang atau tidak mendapatkan porsi menteri sebagaimana yang diminta," ujarnya menegaskan.
Bertemu Presiden Jokowi. Ketum Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersama Waketum Gerindra Edhy Prabowo tiba di Istana Kepresidenan untuk bertemu Presiden Joko Widodo, Jakarta, Senin (21/10).
Pada Senin, sejumlah tokoh sudah diundang Presiden Jokowi yang kemungkinan akan menduduki kursi kabinet pemerintahan 2019-2024. Namun, nama sosok Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) belum terlihat di Istana Negara.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan menduga Presiden Jokowi telah mengantongi nama-nama menteri yang akan mengisi kabinetnya. Meski begitu, partainya siap mengajukan nama AHY jika Jokowi memerlukan pikiran dan tenaganya untuk lima tahun ke depan.
"Kalau dia (Jokowi) butuh anak-anak muda yang kalau soal kecepatan, ya saya tidak ragu untuk menyebut nama Mas AHY sebagai tokoh muda," ujar Hinca saat dikonfirmasi, Senin (21/10).
Namun, Partai Demokrat tak akan mencampuri urusan menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Sebab, itu merupakan hak prerogatif dari presiden. "Kita tunggu saja siapa yang akan diumumkannya, Demokrat akan menjadi bagian yang utuh sesuai talenta-talenta kami lah yang kami punya," ujar Hinca. N nawir arsyad akbar ed: agus raharjo