Ahad 20 Oct 2019 11:06 WIB

Tiga Pekerjaan Rumah Besar Jokowi Menurut Politikus PKS

Politikus PKS soroti stagnannya angka pertumbuhan ekonomi.

Suasana di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan, jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Ahad (20/10).
Foto: Febrianto Adi Saputro
Suasana di sekitar Kompleks Parlemen, Senayan, jelang pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024, Ahad (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jokowi dan Ma’ruf Amin akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, periode 2019 – 2014 pada hari ini. Sejumlah persiapan sudah dilakukan untuk kelancaran proses pelantikan tersebut.

Wakil Ketua Fraksi PKS, Mulyanto mengingatkan, usai dilantik sebagai Presiden periode kedua, sebaiknya Jokowi lebih memperhatikan tiga pekerjaan rumah besar yang belum selesai di periode sebelumnya.  Pertama, kata Mulyanto, soal pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

“Pertumbuhan ekonomi kita pada periode sebelumnya baru mencapai lima persen, masih jauh dari target RPJMN yaitu 8 persen," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (19/10).

Angka pertumbuhan itu, jelasnya, masih didorong oleh sektor pertanian dan jasa. Sementara sektor industri hanya tumbuh 4 persen dengan kontribusi terhadap PDB di bawah 20 persen.

Kedua, soal gini rasio atau ketimpangan ekonomi di masyarakat. Meskipun nilai gini rasio tahun 2019 sesuai dengan target RPJMN 2014-2019 yaitu di bawah 0,4 tapi masyarakat masih dapat merasakan adanya ketimpangan yang luas.

“Kita jangan cepat puas dengan angka karena faktanya ketimpangan dapat dilihat secara kasat mata. Angka 0,4 itu kan hanya diukur pada aspek konsumsi tidak mencakup aspek pendapatan dan kekayaan,” ujar Mulyanto.

Menurut data Global Wealth Report 2018 Credit Suisse, kata Mulyanto, pada 2018, 1 persen penduduk di Indonesia memiliki kekayaan sebesar 47 persen dari total kekayaan Indonesia. Sementara kekayaan 99 persen penduduk Indonesia hanya senilai 53 persen dari total kekayaan Indonesia.  

“Kondisi ini sangat buruk dan benar-benar harus dapat diselesaikan,” kata doktor lulusan Jepang ini. “Kita tetap harus waspada terhadap ketimpangan kekayaan, ketimpangan lahan, ketimpangan spasial Jawa-Luar Jawa, dan lain-lain,” tambahnya.

Pekerjaan ketiga yang perlu diperhatikan Jokowi, menurut Mulyanto, soal pembangunan SDM dan Inovasi Teknologi. Mulyanto mengutip laporan GCI 2019 dari World Economic Forum. Daya saing Indonesia melorot dari posisi 45 menjadi posisi 50.  Sedangkan berdasarkan data Global Innovation Index WIPO tahun 2019, Indeks Inovasi kita hanya 29.72, jauh di bawah Thailand (38.63), Vietnam (38.84), bahkan Philipina (36.18).

“Pembangunan kita masih bertumpu pada sektor primer pertanian, yang mengandalkan keunggulan komparatif dan belum mengandalkan pada produk berkandungan teknologi, yang berbasis keunggulan kompetitif,” jelas Mulyanto.   

Mulyanto mendorong agar ke depannya Pemerintah dapat memperkokoh Sistem Inovasi Nasional, suatu sistem yang dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi, yang berbasiskan SDM yang berkemampuan inovasi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement