REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menjanjikan untuk fokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia pada periode kedua pemerintahannya yang akan dimulai setelah pelantikannya Ahad (20/10). Capaian-capaian pada periode pemerintahan pertama bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, tentu menjadi pondasi bagi periode pemerintahan kedua bersama Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin.
Pembangunan sumber daya manusia haruslah dimulai sejak dari keluarga direncanakan, yaitu sejak sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk berumah tangga. Karena itu, capaian-capaian dalam bidang pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak menjadi salah satu titik pijak bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dalam buku Lima Tahun Maju Bersama, Capaian Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan pembangunan sumber daya manusia adalah kunci kemajuan bangsa. "Pondasi sumber daya manusia yang berkualitas juga akan menjadi modal intelektual dan sosial guna menyiapkan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi global di masa mendatang," kata Moeldoko dalam pengantar berjudul "Menyempurnakan Landasan Infrastrukstur, Membangun Sumber Daya Manusia" itu.
Tidaklah berlebihan bila dikatakan peningkatan SDM sangat bergantung pada kualitas perempuan dan anak. Anak adalah investasi bagi sumber daya manusia di masa depan, sedangkan perempuan adalah individu yang pertama dan utama dalam menentukan kualitas anak sejak dari dalam kandungan.
"Sumber daya manusia yang unggul akan terwujud bila bayi Indonesia lahir dari seorang ibu yang sehat secara fisik, mental, dan sosial," kata Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu dalam bincang media beberapa waktu lalu.
Pribudiarta mengatakan ibu yang sehat secara fisik, mental, dan sosial akan terwujud dari perkawinan yang berkualitas. Konsekuensinya, perkawinan harus terjadi antara individu yang siap untuk berumah tangga
Pemenuhan dan pelindungan hak-hak anak juga menjadi salah satu kunci mewujudkan sumber daya manusia yang unggul. Pribudiarta mengatakan terdapat lima klaster dalam Konvensi Hak Anak, yaitu hak sipil dan kebebasan; keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dan kesejahteraan sosial; pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya; dan perlindungan khusus terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus, berhadapan dengan hukum, korban kekerasan, korban bencana, dan lain-lain.
Menurut Pribudiarta, salah satu indikator hak anak terpenuhi adalah anak bisa berpartisipasi dalam lingkungan terkecilnya, yaitu keluarga, hingga dalam kerangka pembangunan nasional.
"Harus dipastikan anak bisa bersuara dalam pengambilan keputusan di keluarga. Pembangunan nasional juga harus memperhatikan aspirasi dan suara anak," tuturnya.