Sabtu 19 Oct 2019 00:04 WIB

Pakar: Kabinet Kerja Jilid II Berpotensi Diwarnai Oligarki

Nuansa oligarki politik sudah tampak dari komposisi parlemen saat ini.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andri Saubani
Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting
Foto: Dok Pribadi
Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin berpotensi besar diwarnai oligarki politik. Hal ini sudah tampak dari komposisi parlemen saat ini. 

"Oligarki ini akan berpotensi besar muncul, bayang-bayangnya sudah terlihatlah. Ini akan berdampak bahaya pada kelangsungan politik bangsa dan negara," ujar Pangi dalam diskusi di Kedai Tempo, Utan Kayu, Jakarta Timur, Jumat (18/10).

Dia menjelaskan, oligarki dalam sistem perpolitikan akan menciptakan sosok kayaknya 'Tuhan' yang berkuasa. Sehingga, semuanya menjadi satu komando, baik di parlemen maupun pemerintah.

Menurut Pangi, orang-orang di parlemen akan berubah fungsinya, bukan sebagai wakil rakyat, melainkan 'hanya tukang stempel' atau kepanjangan tangan parpol saja.

Keadaan itu akan berdampak kepada hubungan masyarakat dan parlemen sebagai satu kosituen yang tidak lagi bersinergi.

Akibatnya, kondisi secara jangka panjang berpotensi melahirkan oposisi baru, yakni masyarakat sendiri. "Ya sekarang sudah gitu, DPR tidak mewakili rakyat. Minimal selama ini kan pimpinan yang trust menyampaikan aspirasi rakyat. Sekarang sudah tidak bisa karena oligarki, dia garis komando. Gelombang gerakan masyarakat juga sudah mukai terlihat," ungkapnya.

Masyarakat dan pemerintah akan berhadap-hadapan secara langsung. Pada akhirnya, semua akan berimplikasi menjadi keadaan huru-hara dan berpeluang menimbulkan kondisi chaos.

Karena itu, Pangi menyarankan, agar sebaiknya Jokowi dan partai koalisi tegas menolak partai bukan pengusungnya untuk masuk ke pemerintah atau kabinet. Ia melihat ketegasan itu amat diperlukan, terlebih khusus urusan kabinet merupakan hak prerogratif presiden.

"Ini kan terkesan di sisi lain memberi angin segar, tapi masih kurang tegas. Apalagi ada peran Megawati. Ini berarti bisa dibaca bukan hak preogratif namanya," tambahnya. 

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani memastikan DPR tidak akan menjadi tukang stempel pemerintah meskipun pinpinan DPR didominasi oleh partai pendukung pemerintah. Ia menjamin, bahwa DPR tetap akan mengkritisi eksekutif jika ada kebijakan yang tidak sesuai dengan rakyat.

"Jadi saya juga nggak setuju kalau apa saja yang akan dilakukan eksekutif kita setuju saja tanpa kita lihat dulu baik buruknya bagi bangsa dan negara, bagi rakyat khususnya," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (8/10).

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement