Jumat 18 Oct 2019 22:48 WIB

KPK Sita Dokumen Perjalanan Wali Kota Medan ke Jepang

Tengku Dzulmi Eldin sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.

OTT Walikota Medan. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin (kiri) bersama penyidik KPK tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
OTT Walikota Medan. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin (kiri) bersama penyidik KPK tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen perjalanan ke Jepang dari hasil penggeledahan dalam penyidikan kasus penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021 Tengku Dzulmi Eldin (TDE). Dzulmi juga sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.

"KPK menyita dokumen perjalanan ke Jepang, dokumen lain yang terkait, barang bukti elektronik serta kendaraan salah satu staf pemerintahan Kota Medan yang digunakan untuk menerima uang," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat .

KPK pada Jumat melakukan penggeledahan di gedung Pemerintah Kota Medan. Beberapa ruangan digeledah termasuk ruan wali kota, ruang protokoler, dan beberapa ruangan lain yang relevan karena di ruangan tersebut diduga terdapat bukti yang terkait perkara ini.

Pada Rabu (16/10), KPK menetapkan Dzulmi sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan 2014-2015 dan 2016-2021. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka yaitu pemberi IAN (Isa Ansyari) Kepala Dinas PUPR Kota Medan, TDE (Tengku Dzulmi Eldin) Wali Kota Medan, dan SFI (Syamsul Fitri Siregar) Kepala Bagian Protokoler Kota Medan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (16/10) malam.

Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Medan bersama dengan Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar (SFI), Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari (IAN), ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama (APP), dan Sultan Solahudin (SSO) pada Selasa (15/10). Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.

Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi. Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa keluarganya.

"Pada bulan Juli 2019, TDE melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. Perjalanan dinas ini dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang," kata Saut.

Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemerintah Kota Medan, Dzulmi mengajak serta istri, dua anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan. Keluarga Tengku Dzulmi bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut mereka didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, yaitu Syamsul Fitri Siregar.

"Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali Kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada TDE," kata Saut.

Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkannya untuk mencari dana dan menutupi ekses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta. "Kadis PUPR lalu mengirim Rp200 juta ke wali kota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota," kata Saut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement