Kamis 17 Oct 2019 20:19 WIB

KPU Harap Penyelenggaraan Pemilu Didesain Ulang

Penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang memiliki beban berat.

Komisioner KPU, Hasyim Asyari
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Komisioner KPU, Hasyim Asyari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan tata kelola penyelenggaraan pemilu perlu dievaluasi. Terutama, penghitungan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang memiliki beban berat.

Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan beban penyelenggara untuk melakukan penghitungan dan rekapitulasi hasil perolehan suara berat. Sebab, banyaknya jenis formulir serta limitasi waktu.

Baca Juga

"Diharapkan dengan adanya peristiwa yang terjadi sepanjang proses penyelenggaraan Pemilu 2019, dapat menjadi bahan untuk mendesain kembali penyelenggaraan pemilu ke depan," tutur Hasyim Asy'ari dalam sidang uji materi Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU 7/2017 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (17/10).

Dalam penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019, petugas KPPS, PPS dan PPK yang meninggal dunia sebanyak 886 orang, sementara yang sakit sebanyak 5.175 orang.

KPU menilai fenomena sakit dan meninggalnya petugas PPK, PPS dan KPPS tersebut tidak dapat serta-merta sebagai akibat dari sistem pemungutan penghitungan suara secara serentak dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Meski dalam seleksi, petugas harus memenuhi kriteria-kriteria yang dipersyaratkan, termasuk aspek kemampuan jasmani serta rohani.

Dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan dari KPU, Bawaslu, DKPP dan ahli yang dihadirkan Mahkamah Konstitusi itu, majelis hakim tidak memperdalam dengan memberikan pertanyaan. Pendalaman akan dilakukan dalam sidang selanjutnya pada 29 Oktober 2019.

"Jadi, masih dibutuhkan untuk paling tidak 1 kali lagi hadir dalam persidangan ini dan untuk sidang hari ini tidak ada forum pendalaman atau forum tanya jawab. Untuk itu, sidang ini ditunda hari Selasa, tanggal 29 Oktober 2019," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang memimpin sidang.

Adapun, perkara dengan nomor registrasi 37/PUU-XVII/2019 itu diajukan oleh pengurus Badan Arjuna Pemantau Pemilu, Badan Pena Pemantau Pemilu, Badan Srikandi Pemantau Pemilu, Badan Luber Pemantau Pemilu, seorang staf legal, dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia lantaran pemilu serentak 5 kotak dinilai menimbulkan banyak korban.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement