Kamis 17 Oct 2019 15:51 WIB

Warga Dayak Minta Pemerintah Susun Aturan Lindungi Hutan

Pemerintah diminta berpihak pada warga Dayak yang hanya 10 persen dari populasi.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Ibukota Pindah
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Ibukota Pindah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) mengumpulkan dan mendengarkan aspirasi masyarakat adat Dayak, di Bappenas, Jakarta, Kamis (17/10). Dalam pertemuan itu, sejumlah tokoh masyarakat Dayak meminta pemerintah mengatur regulasi khususnya terkait perlindungan hutan ibu kota negara (IKN) baru.

Ketua Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN) dan juga Direktur Pascasarjana Universitas Mulawarman, Juhardi menyampaikan, kondisi sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Dayak di Kaltim harus menjadi rujukan pemerintah dalam mengatur regulasi yang tepat bagi IKN baru. Apalagi menurutnya sumber daya alam (SDA) di wilayah itu masih sangat kaya dan diharapkan dapat memakmurkan masyarakat lokal Dayaknya.

“Pemindahan IKN ini akan jadi berkah bagi suku bangsa Dayak, tapi kami minta ada kajian yang mengakomodasi masyarakat adat Dayak, terutama perlindungan hutan,” kata Jiuhardi, di Kementerian PPN, Jakarta, Kamis (17/10).

Pemerintah telah menetapkan pemindahan IKN ke wilayah Kalimantan yakni tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Rencana pembangunan IKN tersebut diperidiksi bakal membutuhkan lahan kurang lebih 160.182 hektare dan untuk tahap awal akan dibangun di 3.000 lahan. 

Pemerintah juga mengklaim memiliki 180 ribu hektare lahan di mana status kepemilikan sebesar 90 persen dimiliki pemerintah, sisanya milik masyarakat dan kalangan lainnya. Mayoritas lahan di wilayah IKN baru didominasi dengan hutan.

Tokoh Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) Kaltara Dolvina Damus mengatakan, posisi masyarakat Dayak dalam wilayah penetapan IKN adalah sebagai minoritas, khususnya di Kalimantan Timur yang hanya mencapai 10 persen populasi. Dengan fakta itu, masyarakat Dayak umumnya berprofesi sebagai petani ladang, sawah, dan kebun. Sedangkan suku lainnya yang berasal dari pendatang didominasi suku Jawa dan berprofesi sebagai karyawan swasta maupun pegawai negeri sipil (PNS).

Dia menilai, kesenjangan sosial tersebut rentan menimbulkan kecemburuan sosial serta konflik yang harus diantisipasi. Meskipun dia mengklaim, masyarakat Dayak memiliki karakteristik yang cukup terbuka terhadap pendatang. Meski begitu dia meminta rencana pembangunan IKN dapat memberikan kebijakan khusus kepada masyarakat suku Dayak.

“Khususnya yang terkait dengan ketenagakerjaan, kami minta ada keberpihakan untuk masyarakat Dayak,” ujarnya.

Selain itu dia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap hutan dan wilayah adat yang ada di IKN baru nanti. Sebab wilayah adat dan hutan dinilai sebagai sumber penghidupan dan kebijakan sehingga dibutuhkan kajian kebijakan yang lebih konkret.

Sekretaris Menteri PPN Himawan Hariyoga Djojokusumo mengatakan, rencana pemindahan IKN di Kalimantan Timur itu berkonsep forest city di mana hutan menjadi salah satu sumber peradaban masyarakat suku Dayak. Untuk itu, kata dia, diperlukan perlindungan yang berkelanjutan untuk memperkuat kesejahteraan masyarakatnya dengan mengumpulkan dan mendengarkan aspirasi masyarakat lokal.

“Sejak dulu suku Dayak dikenal sangat menyatu dan bisa bersinergi dengan masyarakat pendatang. Oleh sebab itu perlindungan terhadap nilai suku Dayak dan pemberdayaan SDM (sumber daya manusia)-nya terus diupayakan,” kata Himawan.

Dia menjelaskan, saat ini pemerintah telah menyiapkan sejumlah kajian mendalam dan melanjutkan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan yang sifatnya dialogis. Terutama terkait masukan spesifik dan komprehensif IKN ke depannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement