Jumat 27 Sep 2019 00:10 WIB

Pansus Soroti Keamanan Ibu Kota Baru

Pemerintah harus bisa menjamin tidak ada gangguan keamanan di wilayah tersebut.

Pemindahan ibu kota
Foto: twitter @jokowi
Pemindahan ibu kota

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa anggota Panitia Khusus (Pansus) Kajian tentang Ibu Kota Negara menyoroti jaminan keamanan dan pertahanan ibu kota baru. Sebab, pemerintah harus bisa menjamin tidak ada gangguan keamanan di wilayah tersebut.

Anggota Pansus Ibu Kota Negara Sarmudji mempertanyakan bagaimana kajian geostrategi di Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara yang baru karena menjadi bagian yang tidak terpisahkan. "Kalau geser ke Kalimantan Timur, ada beberapa hal yang sudah disampaikan namun harus dijelaskan antisipasi yang harus dilakukan kalau terjadi ancaman," kata Sarmudji dalam Raker Pansus Ibu Kota di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (26/9).

Baca Juga

Sarmudji mengatakan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini letaknya jauh dari wilayah Natuna Utara. Namun, letak ibu kota negara yang baru dekat dari Laut Natuna Utara.

Namun, dia menilai tidak ada persoalan geostrategis dan pemerintah harus mempersiapkannya dengan matang. "DKI Jakarta 'kan letaknya jauh dari Naruna namun sekarang dengan kebijakan yang akan dijalankan, lokasinya makin dekat," ujarnya.

Anggota Pansus Ibu Kota Negara Bambang Haryo menilai luas areal ibu kota baru jangan terlalu luas karena kalau terlalu luas, akan sulit bagi TNI/Polri mengamankan wilayah.

Ia juga tidak ingin wilayah ibu kota negara baru sangat terbuka karena di sekitar wilayah Kalimantan Timur terdapat Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina. "Pertahanan dan keamanan kita harus ekstra. Namun, bukan semua dikumpulkan dalam satu tempat. Kalau kita diserang di satu titik, kita bisa habis," katanya.

Ia menilai letak Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan tidak boleh berdekatan dengan kantor Presiden dan Wakil Presiden. Usulan itu, menurut dia, untuk mengantisipasi kalau ada serangan terhadap Presiden dan Wakil Presiden.

"Dalam UU dikatakan kalau Presiden atau Wakil Presiden tidak ada, penggantinya adalah Mendagri, Menlu, dan Menhan. Oleh karena itu, mereka tidak boleh bergabung dengan Presiden dan Wakil Presiden," katanya.

Raker Pansus Ibu Kota Negara juga dihadiri perwakilan Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, TNI, dan Polri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement