REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyebutkan area rawan korupsi di pemerintahan daerah di antaranya terkait dengan perizinan, penyusunan Anggaran Dasar Belanja Daerah (APBD), dana, serta bantuan sosial. Menurut dia, seharusnya penyelenggara pemerintah melakukan transparansi penggunaan anggaran sehingga bisa diawasi masyarakat.
"Yang rawan itu kan ada di daerah-daerah. Terkait dengan perizinan, dengan penyusunan APBD, kemudian terkait dengan dana bansos kan. Jadi semuanya sudah dipaparkan dalam rancangan APBD, orangkan bisa melihat dana bansos berapa, larinya ke mana," ujar Agus, Selasa (15/10).
Ia menuturkan, terkait pengadaan barang jasa harus dijelaskan kegiatan proyeknya. Agus mencontohkan, ada proyek pembangunan jembatan itu harus dirinci pembangunan jembatan hingga mendetail penggunaan beton dan bahan-bahannya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo telah mengingatkan penyelenggara pemerintahan daerah untuk menghindari perbuatan korupsi. Ia meminta penyelenggara memahami tata kelola pemerintahan daerah.
"Pahami dengan jelas khususnya teman-teman yang hadir di sini yang berkaitan dengan area rawan korupsi yang menyangkut perencanaan anggaran, jual beli jabatan, mekanisme jaksa yang ada, perizinan, dana hibah, dan dana bansos," kata Tjahjo.
Ia juga mengingatkan pemerintahan daerah menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Sebab, ada dana hibah dan dana bansos yang digunakan untuk anggaran penyelenggaraan pilkada.
Selain itu, ia menegaskan biaya untuk maju menjadi calon kepala daerah besar sekali. Sementara, gaji kepala daerah tak bisa menutupi pengeluaran kampanye yang digunakannya ketika berhasil menduduki jabatan.
"Mudah-mudahan di kabinet kedua yang akan datang ini sudah tidak ada lagi OTT (operasi tangkap tangan). 119 kepala daerah selama lima tahun cukup banyak, belum anggota DPRD nya kayak Malang hampir semua anggota DPRD," jelas Tjahjo.