Selasa 15 Oct 2019 14:31 WIB

KKP Minta Reklamasi Teluk Benoa tak Dijalankan

Agar reklamasi Teluk Benoa tak terjadi, pemerintah tengah mengupayakan revisi Perpres

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Wisatawan menikmati wahana permainan air di kawasan watersport Tanjung Benoa, Badung, Bali, Kamis (24/1/2019).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Wisatawan menikmati wahana permainan air di kawasan watersport Tanjung Benoa, Badung, Bali, Kamis (24/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta reklamasi Teluk Benoa, Bali, tak dilangsungkan. Hal itu seiring dengan adanya Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN) yang memasukkan Tanjung Benoa ke dalam Kawasan Konservasi Maritim (KKM).

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Setyamurti Poerwadi menyatakan, pihaknya meminta aktivitas reklamasi di Tanjung Benoa tak dilangsungkan terlebih dahulu. Terlebih saat ini KKP telah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kempen) Nomor 46 Tahun 2019.

“KKP berharap, sebagai lembaga yang mengelola ruang laut, ini kan ada konstelasi masyarakat Bali (terkait reklamasi). Untuk itu KKP melakukan kewenangan dengan penetapan KKM ini,” kata Brahmantya, di kantornya, Jakarta, Selasa (15/10).

Adapun penetapan KKM Teluk Benoa tersebut merupakan tindaklanjut Gubernur Bali  I Wayan Koster kepada Menteri KKP Susi Pudjiastuti. Dalam surat yang disampaikan diketahui, Teluk Benoa merupakan kawasan suci dan tempat suci masyarakat Hindu Bali berdasarkan Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Brahmantya menjelaskan, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 Tahun 2011 tentang Tata Ruang Kawasan Sarbagita disebutkan, sebagian besar wilayah Teluk Benoa ditetapkan sebagai zona pemanfaatan (Zona P) untuk kegiatan sosia, budaya, dan agama. Atas dasar itu, munculnya Perpres 51 Tahun 2014 yang mengejawantahkan Perpres sebelumnya dinilai tak tepat.

Agar reklamasi Teluk Benoa tak terjadi, kata dia, pemerintah tengah mengupayakan revisi Perpres Nomor 51 Tahun 2014. “Artinya mau direvisi sekarang bentuknya seperti apa, arahan-arahan (dari kami) bisa jadi dasar (reklamasi tak dilangsungkan),” ujarnya.

Dia menjelaskan, sebelum membahas terkait revisi Perpres, pemerintah secara bersama-sama harus mendiskusikan mengenai alokasi ruang bersama masyarakat. Sebab, kata Brahmantya, di kawasan Teluk Benoa terdapat 15 muntig (kawasan budaya dan ibadah) masyarakat Hindu Bali.

KKM, bagi dia, merupakan ketetapan negara yang harus dihargai oleh berbagai kalangan. Dengan adanya revisi Perpres Nomor 51 tersebut, hal itu bukan berarti menjadi pembatalan status hukumnya. Hanya saja, isi dari beleid tersebut diupayakan mengakomodasi kepentingan dari aspirasi masyarakat Bali.

“Review ini enggak berarti batal, haya diperbaiki saja,” ungkapnya.

Di sisi lain dia menegaskan, saat ini PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) selaku pemilik izin lokasi reklamasi di Teluk Benoa tak melakukan aktivitasnya. Pihaknya meminta kepada PT TWBI untuk berkoordinasi dengan KKP lebih jauh terkait tindaklanjut aktivitas yang akan dilangsungkan.

“Di luar titik itu juga ada wilayah yang dikelola oleh kementerian lain, misalnya pelabuhan dan lainnya. Ini bukan ranahnya KKP,” pungkasnya.

Dengan ditetapkan KKM, lanjut dia, Teluk Benoa bakal dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim yang akan mendukung sektor andalan pariwisata di Bali. Rencananya, KKM Teluk Benoa yang ditetapkan memiliki luas keseluruhan 1.243,41 hektare. Wilayah tersebut terbagi menjadi dua zona, yakni zona inti dan zona pemanfaatan terbatas.

Sebelumnya diketahui, Pemprov Bali meminta kepada PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III untuk menyetop reklamasi di areal seluas 85 hektare di sekeliling Pelabuhan Tanjung Benoa, Denpasar. Reklamasi dianggap telah menghancurkan ekosistem bakau seluas 17 hektare dan memicu terjadinya sejumlah pelanggaran lingkungan dan pengerjaan teknis.

Pelanggaran pengerjaan teknis yang dimaksud yaitu tidak dibangunnya tanggul penahan dan tidak dipasangnya slitscreen yang sesuai dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan pada dokumen analisis dampak lingkungan (amdal).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement