REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) memberikan pandangan atas kondisi penegakan hukum bidang tindak pidana korupsi untuk periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima tahun mendatang. ICW mengingatkan potensi mati surinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait akan berlakunya UU KPK mulai 17 Oktober nanti.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, mengatakan secara umum pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pada lima tahun ke depan akan menghadapi persoalan yang jauh lebih banyak jika dibandingkan lima tahun belakangan ini. Salah satu faktor yang mempengaruhi, kata dia, karena kerapkali Presiden yang memimpin di periode kedua gagal dalam menghadapi turbulensi kondisi sosial politik yang ada.
Salah satu persoalan krusial yang dalam waktu dekat akan terjadi yakni nasib KPK. Saat ini, kata Donal, masyarakat dihadapkan pada tiga pilihan atas tindaklanjut penerbitan UU KPK hasil revisi yang telah disahkan oleh DPR pada 17 September lalu. Tiga pilhan itu adalah penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), atau uji materi atau legislatif review.
"Tapi, di luar itu semua, pada 17 Oktober itu nanti akan berlaku UU KPK. Dengan kata lain hanya kurang dari 30 hari lagi UU KPK berlaku secara hukum," tutur Donal dalam diskusi bertajuk 'Proyeksi Masyarakat Sipil Bidang Penegakan Hukum Lima Tahun Mendatang' di Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
Hal ini sebagai konsekuensi atas aturan yang menyebut bahwa selama 30 hari UU KPK hasil revisi tidak diundangkan, maka tetap akan berlaku secara sah. Konsekuensinya, lanjut Donal, KPK tidak bisa melakukan penindakan lagi setelah itu.
"Artinya, KPK sampai ada Dewan Pengawas (Dewas) dibentuk, tidak bisa lagi melakukan penindakan. KPK akan vakum secara kewenangan penindakan. Sebagaimana kita tahu (berdasarkan UU KPK hasil revisi), penindakan KPK harus mendapat izin dari Dewan Pengawas," papar Donal menegaskan.
Dia pun mengingatkan bahwa Dewan Pengawas dibentuk dan dilantik bersamaan dengan pimpinan KPK yang baru. "Pimpinan KPK dilantik pada Desember, sehingga KPK tidak bisa melakukan penindakan setidaknya sampai Desember mendatang, " ujar Donal.
Jika, setelah 17 Oktober nanti KPK ingin melakukan penyadapan, belum ada Dewan Pengawas sehingga tidak bisa melakukan penyadapan. Sementara itu, jika KPK nekat melakukan penindakan, akan ada gugatan dari berbagai pihak dengan alasan melawan legitimasi hukum berdasarkan UU KPK hasil revisi.
"Inilah mengapa kami ingin segera diterbitkan Perppu atas UU KPK. Jika UU KPK hasil revisi berlaku mulai 17 Oktober nanti, maka KPK tidak bisa melakukan penindakan, KPK mati sampai Desember 2019. Sebab kita tahu UU KPK hasil revisi tidak memiliki pasal peralihan, sehingga kami tegaskan lagi ada vacuum of power pada KPK," tambah Donal.