REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tidak dipungkir kalau saat ini pengeluaran pemerintah untuk melakukan pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi sangatlah besar. Untuk itu diperlukan cara yang tepat untuk mecari alternatif pendanaan dan skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) dinilai merupakan trik jitu yang dapat dilakukan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Polana B. Pramesti mengatakan, KPBU merupakan skema yang tepat. Sebab, selain bisa mencari alternatif pendanaan pembangunan bandara, juga dapat membuat kompetisi yang sehat antar pengelola bandara sehingga makin profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
"Jika dilihat lebih jauh skema ini sangat bermanfaat sebab untuk membangun bandara Pemerintah tidak perlu mengucurkan dana dari APBN. Sehingga anggaran APBN tersebut dapat dialihkan untuk membangun bandara atau saran transportasi udara lainnya di daerah 3T (Terluar, Terdepan dan Terringgal)," kata Polana dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Sabtu (12/10).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (ketiga kiri) bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly (keempat kiri) didampingi Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie (kedua kiri) memotong pagar pintu masuk ke kawasan lahan pembangunan bandara, di Singkawang, Kalbar. (Ilustrasi)
Dia juga mengatakan, hal lain yang akan kita dapati jika Indonesia membuka kerja sama ini yaitu menandakan kalau perekonomian negara sehat untuk investasi, sehingga membuka diri masuknya investor asing. Dan saat ini, pihaknya telah membuka dua bandara untuk dikerjasamakan dengan skema KPBU yaitu Bandara Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur dan Bandara Singkawang di Kalimantan Timur.
Dijelaskan oleh Polana bahwa untuk mekanisme ada dua yaitu yang melalui kerjasama dengan menyerahkan bandara yang telah beroperasi atau brown field seperti Bandara Labuan Bajo atau dengan kerjasama yang dimulai sejak awal pembangunan hingga dilanjutkan dengan pengoperasian atau green field seperti Bandara Singkawang.
"Tapi tolong digarisbawahi kalau terbuka disini kita tetap memiliki aturan yang jelas ya, dimana Badan Usaha Bandara Udara itu dikelola oleh Badan Hukum Indonesia (BHI). Dan sesuai atur BKPM dengan komposisi sahamnya 51 persen miliki WNI lalu sisanya 49 persen boleh swasta atau asing," katanya.
Sementara itu, pengamat ekonomi Sahala Situmorang mengatakan, kesempatan pihak swasta berinvestasi pada sektor bandar udara yang terbuka lebar wajib dimanfaatkan semaksimal mungkin. Hal ini, utamanya karena pemerintah Indonesia juga tengah gencar meningkatkan pembangunan infrastruktur melalui skema kerja sama dengan lembaga swasta.
"Ada sejumlah dampak positif yang dapat dinikmati pihak swasta bila memutuskan untuk bekerja sama dengan pemerintah melalui skema KPBU. Salah satunya adalah diversifikasi pemasukan yang didapat. Pihak swasta akan mendapatkan dua jenis pendapatan, yakni sektor aeronautical dan non-aeronautikal," katanya.
Sumber Pendapatan
Sahala juga mengatakan sektor aeronautikal merupakan sumber pendapatan yang berasal dari kegiatan operasional utama bandar udara, seperti biaya pelayanan penumpang, pendaratan pesawat, dan lainnya. Sementara itu, pemasukan dari sektor non-aeronautikal mencakup hal-hal yang tidak bersinggungan langsung dengan dunia penerbangan seperti penyewaan perkantoran di sekitar bandara, perparkiran, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dan sebagainya.
“Ini akan membuat konsorsium-konsorsium yang tertarik dapat mengatur profit sharing dengan lebih tertib. Keuntungan lain yang berpotensi didapat ialah return of investment yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain. Banyaknya faktor-faktor terkait dalam KPBU di bidang ini membuat risiko investasi pada sektor bandar udara cukup tinggi,” katanya.