REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo mengatakan sebanyak 26 sensor pendeteksi tsunami dan gempa di Indonesia tidak berfungsi. Itu karena perangkat alat keselamatan jiwa manusia itu hilang.
"Peralatan ini diadakan dengan harga mahal, tetapi tetap hilang dan tidak berfungsi, karena akinya, solar cell dan peralatan alat pendeteksi gempa dan tsunami tersebut hilang," kata Doni Monardo saat membuka acara Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2019 di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (11/10).
Ia mengatakan peralatan pendeteksi tsunami ini harus dijaga dan berfungsi, karena alat ini dijaga merupakan mata dan telinga bangsa. BNPB tidak bisa mengandalkan aparat pemerintah untuk menjaga alat tersebut.
"Seluruh elemen bangsa ini harus menjaga dan merawat alat ini. Pemerintah membiayai semua ini dari uang rakyat, jadi sudah kewajiban kita semua menjaganya," ujarnya.
Menurut dia peran media massa sangat penting untuk mengawasi dan mengontrol, apakah setiap lembaga, pemerintah daerah sudah melakukan dengan baik. Apabila ini sudah dilakukan dengan baik maka kita sudah menjadi pahlawan-pahlawan kemanusiaan, karena sudah mengurangi risiko korban bencana.
"Pemerintah daerah harus menjaga alat-alat yang telah dihibahkan pemerintah pusat ke daerahnya," katanya.
Ia menambahkan saat ini belum ada teknologi yang bisa menentukan kapan terjadi gempa dan tsunami. "Saat ini masih banyak daerah yang belum mendapatkan bantuan sensor gempa dan tsunami, karena wilayah pantai Indonesia yang sangat panjang atau sekitar 190 ribu kilometer. Jadi tidak mungkin semua pantai mendapatkan fasilitas sensor stunami," katanya.