Rabu 02 Jan 2019 08:10 WIB

BMKG Pasang Sensor Tsunami Dampak Erupsi Anak Krakatau

Alat deteksi dipasang di Pulau Sebesi, Selat Sunda.

Red: Nur Aini
Petugas BMKG bersiap memasang alat pengukur ketinggian air atau water level di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Petugas BMKG bersiap memasang alat pengukur ketinggian air atau water level di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memasang sensor water level dan sensor curah untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut.

Alat tersebut dipasang di Pulau Sebesi di Selat Sunda dan bisa langsung terhubung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG.

Dalam penjelasan dari BMKG, Rabu (2/1), menyatakan masyarakat perlu memahami penyebab tidak muncul peringatan saat terjadi tsunami di Selat Sunda pada Sabtu (22/12) malam lalu. Oleh karena itu, banyak yang bertanya mengenai apa yang dilakukan BMKG untuk memantau potensi tsunami senyap yang masih bisa terjadi akibat longsoran Gunung Anak Krakatau.

Pascabencana 22 Desember tersebut, BMKG kemudian merintis sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng Gunung Anak Krakatau yang dinamai Indonesia Seismic Information System (InaSEIS). Sistem ini beroperasi di Selat Sunda berbasis pemantauan intensitas gempa skala lokal.

photo
Petugas BMKG memasang alat pengukur ketinggian air atau water level saat berlangsung erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019).

BMKG menegaskan, hingga saat ini, di dunia belum ada sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng vulkanik. Namun, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan BMKG merancang permodelan mandiri. BMKG berharap sistem yang dirintis ini dapat memberikan manfaat pada peringatan dini tsunami di Selat Sunda.

BMKG kembali menegaskan, hingga saat ini terkait gempa bumi terlebih tsunami belum bisa diprediksi, jadi masyarakat diminta mengabaikan berita yang beredar terkait prediksi gempa dan tsunami. BMKG dan Badan Geologi juga terus memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau. Untuk memantau perkembangan beritanya dapat dari aplikasi InfoBMKG dan aplikasi MAGMA INDONESIA.

Saat ini, mulai banyak beredar mengenai rekaman audio pendek sekitar 1 menit 34 detik yang isinya memberitahukan bahwa menurut BMKG akan terjadi letusan Gunung Anak Krakatau. Letusan itu diprediksi menghasilkan gempa dengan skala 8 SR di wilayah Lampung dalam waktu dekat atau dalam beberapa hari atau dalam beberapa minggu ke depan.

BMKG menegaskan, tidak pernah memberikan pernyataan tersebut. Masyarakat jika mendapat broadcast terkait audio tersebut diimbau untuk tidak menyebarluaskannya dan langsung saja dihapus agar tidak kembali membuat resah masyarakat.

Gunung Anak Krakatau, salah satu gunung api di dalam laut yang paling aktif di dunia itu, dilaporkan setelah erupsi pada Sabtu (22/12), kini ketinggiannya tinggal 110 meter dari permukaan laut (mdpl), dari sebelumnya setinggi 338 mdpl. Sebagian material tubuhnya dipastikan telah luruh ke laut di sekitarnya, sehingga kemudian diduga menjadi pemicu terjadi tsunami Selat Sunda pada kawasan pesisir di Lampung dan Banten.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement