Jumat 11 Oct 2019 17:11 WIB

Haedar: Apa Pun Alasannya, Kekerasan tak Dapat Ditoleransi

Haedar meminta hukum ditegaskan secara adil kepada siapa pun.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr H Haedar Nashir MSi.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr H Haedar Nashir MSi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menilai, serangan fisik terhadap pejabat negara dan warga negara sangat memprihatinkan. Karena itu, ancaman tersebut harus dicegah dan ditindak secara hukum.

"Apa pun alasan dan siapa pun pelakunya tidak boleh ditoleransi adanya kekerasan yang menyakiti dan mengancam keselamatan jiwa sesama," kata Haedar kepada wartawan, Jumat (11/10).

Baca Juga

Haedar menilai, tidak boleh ada ruang bagi segala bentuk kekerasan. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang penduduknya beragama, berpancasila dan berkebudayaan luhur serta menjunjung tinggi hukum.

Artinya, lanjut Haedar, tidak boleh ada kekerasan baik itu antarsesama warga negara, dari warga negara terhadap pejabat negara, dari pejabat negara terhadap warga negara, maupun negara terhadap warga negara.

 

Ia menegaskan, hukum harus benar-benar ditegakkan secara adil, tegas dan obyektif kepada siapapun yang melakukan tindakan kekerasan dan melanggar ketertiban umum tanpa pandang bulu.

"Hukum jangan disalahgunakan dan dipolitisasi agar tetap tegak dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya," ujar Haedar.

Untuk itu, ia berpesan agar tubuh bangsa ini harus pula terus dipupuk sikap saling menghormati, mengasihi, toleransi, dan hidup damai dalam kebersamaan. Utamanya, dipupuk secara kultural.

Artinya, jika ada masalah bisa diselesaikan secara seksama dalam sistem yang berlaku dan semangat damai. Sekaligus, menjauhi suasana kebencian, permusuhan dan saling merugikan satu sama lain.

Termasuk, lanjut Haedar, media sosial harus digunakan untuk kebaikan bagi kehidupan bersama. Artinya, jangan disalahgunakan sebagai sarana menyebarkan keburukan, permusuhan, kebencian dan kemudharatan.

"Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dalam membangun kehidupan yang berkeadaban mulia," kata Haedar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement