REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya mencatat, jumlah orang dalam gangguan kejiwaan (ODGJ) di wilayahnya mencapai 725 jiwa. Angka itu tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kota Tasikmalaya, salah satu yang terbanyak terdapat di Kecamatan Kawalu dengan angka lebih dari 100 jiwa.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Suryaningsih mengatakan, angka itu bisa menjadi lebih jika mengacu pada kondisi sebenarnya. Pasalnya, belum semua ODGJ terdata oleh Dinas Kesehatan.
Ia menambahkan, dari angka itu sebanyak 20 ODGJ dalam kondisi dipasung oleh keluarganya. "Itu ada yang di kamar, dikurung pun masuk istilah pasung," kata dia, Kamis (10/10).
Ia mengakui, pihaknya belum maksimal menangani fenomena pemasungan kepada ODGJ. Anggaran yang terbatas menjadi alasan utama masalah itu belum terselesaikan.
Nining, sapaan akrab Suryaningsih mengatakan, pada 2018 pihaknya telah membebaskan 33 dari total 38 ODGJ yang kondisinya terpasung. Para ODGJ itu sudah diberikan penanganan medis. Sementara lima ODGJ yang tersisa menunggu anggaran selanjutnya.
Alih-alih berkurang, pada 2019 jumlah ODGJ yang dipasung keluarganya justru bertambah menjadi 20 jiwa. "Sekarang jadi tambah lagi jadi 20 orang," kata dia.
Nining menjelaskan, pihaknya sebenarnya telah melakukan pembinaan kepada keluarga. Namun, karena keterbatasan ekonomi, mereka tak bisa berbuat banyak pada anggota keluargannya yang menderita gangguan jiwa.
Menurut dia, untuk menangani ODGJ yang telah mengalami pemasungan, pasien harus dibawa ke rumah sakit jiwa dan menjalani perawatan intensif minimal 23 hari. Untuk melakukan penanganan itu, diperlukan anggaran yang tak sedikit. Selama ini, Dinas Kesehatan hanya mengandalkan anggaran yang masuk dari APBD Kota Tasikmalaya.
Untuk sementara, pihaknya juga fokus melakukan penanganan ODGJ yang memiliki KIS atau JKN. Jika tidak, pihaknya akan meminta pihak keluarga dan kecamatan untuk mengurus kepersetaan pasien, baru bisa dibawa menjalani perawatan.